Selasa, 29 November 2011

KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM ORGANISASI SEKOLAH

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dewasa ini, perempuan di Indonesia sudah banyak yang berkiprah di berbagai bidang kehidupan di masyarakat, termasuk pada aspek pendidikan. Perempuan sudah banyak terlibat dalam urusan pendidikan tersebut, misalnya dalam organisasi yang ada di lingkungan sekolah.
Organisasi merupakan kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan batasan yang relative dapat diidentifikasikan dan bekerja atas dasar keterikatan yang relatif terus menerusuntuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Organisasi sekolah adalah suatu wadah yang ada di lingkungan sekolah yang dikoordinasikan berdasarkan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan. Kepengurusan dalam organisasi sekolah ini biasanya dilakukan oleh para siswa yang ada dalam lingkup sekolah tersebut dengan dibimbig oleh seorang guru pembimbing.
Salah satu contoh dari organisasi yang ada dalam sekolah adalah Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS). OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah) adalah suatu organisasi yang berada di tingkat sekolah di Indonesia yang dimulai dari Sekolah Menengah yaitu Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA).lahirnya OSIS di sekolah-sekolah tingkat SLTP dan SLTA terdapat organisasi yang bebagai macam corak bentuknya sebelumnya.
Konsep gender ialah suatu sifat laki-laki dan perempuan yang telah dikonstruksikan oleh masyarakat baik secara kultural maupun sistemik. Perbedaan gender melahirkan ketidakadilan baik bagi kaum laki-laki dan terutama bagi perempuan. Ketidakadilan tersebut juga terlihat dalam organisasi yang ada di sekolah (OSIS), terutama dalam hal pembagian posisi.
Dalam pembagian kedudukan tersebut, perempuan selalu saja ditempatkan pada posisi yang tidak terlepas dari urusan domestik, sementara laki-laki selalu menduduki posisi yang berurusan dengan publik. Dari latar belakang tersebut, maka penulis ingin mengetahui lebih lanjut tentang bias gender yang ada dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) terutama dalam pembagian posisi di dalamnya. Untuk itu, maka penulis menulis makalah tentang “Kedudukan Perempuan dalam Organisasi Sekolah”






B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana peranan perempuan terhadap organisasi pendidikan di sekolah?
2. Bagaimana kedudukan perempuan terhadap organisasi pendidikan di sekolah?
3. Mengapa dalam organisasi, perempuan identik menjadi bendahara dan sekretaris, sedangkan laki-laki lebih identik menjadi ketua?

B. TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini antara lain adalah:
1. Mengetahui peranan perempuan terhadap organisasi pendidikan di sekolah.
2. Mengetahui kedudukan perempuan terhadap organisasi pendidikan di sekolah.
3. Mengetahui alasan pembagian posisi perempuan dalam organisasi sekolah.
C. MANFAAT
a) Manfaat Akademis
Penulisan makalah ini dilakukan sebagai bahan studi bagi pembaca dan dapat memberikan bahan referensi bagi pihak pembaca sebagai bacaan yang dapat menambah ilmu pengetahuan bagi pembaca, khususnya mengenai peran perempuan dalam sebuah organisasi.
b) Manfaat Praktis
Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai bias gender yang terdapat di bidang pendidikan, khususnya dalam hal organisasi yang ada di sekolah. Dengan demikian diharapkan pihak sekolah dapat meninjau kembali keputusan dan kebijakan yang masih berbias gender.

BAB II
PEMBAHASAN

A. PEREMPUAN, PENDIDIKAN, DAN KEPEMIMPINAN
Kehidupan suatu bangsa erat sekali kaitannya dengan tingkat pendidikan. Pendidikan bukan hanya sekedar mengawetkan budaya dan meneruskannya dari generasi ke generasi, akan tetapi juga diharapkan dapat mengubah dan mengembangkan pengetahuan. Pendidikan bukan hanya menyampaikan keterampilan yang sudah dikenal, tetapi harus dapat meramalkan berbagai jenis keterampilan dan kemahiran yang akan datang, dan sekaligus menemukan cara yang tepat dan cepat supaya dapat dikuasai oleh anak didik.
Pendidikan merupakan usaha yang sengaja secara sadar dan terencana untuk membantu meningkatkan perkembangan potensi dan kemampuan anak agar bermanfaat bagi kepentingan hidupnya sebagai seorang individu dan sebagai warga negara/masyarakat, dengan memilih isi (materi), strategi kegiatan, dan teknik penilaian yang sesuai. Dilihat dari sudut perkembangan yang dialami oleh anak, maka usaha yang sengaja dan terencana tersebut ditujukan untuk membantu anak dalam menghadapi dan melaksanakan tugas-tugas perkembangan yang dialaminya dalam setiap periode perkembangan. Dengan kata lain, pendidikan dipandang mempunyai peranan yang besar dalam mencapai keberhasilan dalam perkembangan anak disekolah.
Bila seorang perempuan menjadi pemimpin, timbul pertanyaan pola pimpinan manakah yang akan ia gunakan? Pola hierarkis yang otoriter atau pola egaliter yang partisipatif.
Sejumlah perempuan yang dengan susah payah naik pangkat sampai dipercayakan menjadi pemimpin yakin bahwa mereka harus membuktikan bahwa mereka pun dapat menentukan kebijaksanaan organisasi/perusahan dengan penuh wibawa dan hikmat. Mereka merasa bahwa hanya sikap otoriter yang akan diterima oleh pekerja yang sudah biasa dengan cara memimpin yang bersandar pada hierarki. Menggunakan pola tersebut berarti bahwa pemimpin diterima dan dibatasi ketegangan. Perempuan yang memimpin secara otoriter harus menjaga dirinya agar jangan sampai memperlihatkan kelemahan atau keraguraguan. Ia harus tahan kritik dan pandai menyampaikan perintah serta mengontrol pelaksanaannya agar ia tetap dihormati. Sebagai akibat sikap itu ia tidak mempunyai teman untuk membicarakan persoalan yang timbul dan mengutarakan perasaannya.
Sering gaya otoriter dipengaruhi oleh pola yang terdapat dalam keluarga tempat ibu mengatur semua anggota keluarga sedemikian rupa sehingga mereka tergantung padanya dan tidak dapat bertindak atas tanggung jawab sendiri. Di situ para pekerja diperlakukan seakan-akan mereka anak-anak yang perlu dilindungi dari kesulitan besar, diberikan perhatian, dipuji karena tugas yang dikerjakannya. Pemimpin otoriter sering memandang perempuan muda yang berbakat sebagai saingan pribadi dan tidak suka memberikan kesempatan berkembang pada mereka, ia merasa lebih aman bekerja dengan laki-laki
Hanya seorang pemimpin yang menerima kuasa sebagai kemampuan dapat memanfaatkannya dan memimpin secara partisipatif. Ia memberikan segala informasi yang menunjang pekerja dalam tugasnya masing-masing untuk bekerja sebaik mungkin dan untuk melihat tugasnya dalam keseluruhan tugas organisasi/perusahaan. Ia mengenal kekuatan dan kelemahan setiap pekerja (dalam perusahan besar, hal ini berlaku untuk semua kepala bagian, dan merekalah yang mengenal anggota bagiannya) dan berusaha agar orang itu mendapat tugas yang sesuai dengan bakat dan keterampilannya. Ia menghormati setiap pekerja dalam fungsinya dan rela mendengar pendapat tentang perubahan yang dapat memperbaiki cara kerja, sekalipun usulannya tidak sesuai kebiasaan organisasi/perusahaan.
Ia mengarahkan pembicaraan dalam rapat dan memungkinkan agar pertentangan dibicarakan dengan terbuka. Ia mampu mencari jalan keluar yang dapat diterima oleh semua petugas terkait. Ia pandai mendelegasikan tugas dan mendukung pekerja dalam pelaksanaan, bukan hanya mengontrol saja tetapi terutama memberikan kesempatan kepada pekerja untuk membicarakan persoalan yang timbul. “Ia harus mempunyai visi (tentang pekerjaan yang akan dilakukan dan gunanya) yang menjadi pokok harapan dan dapat dilaksanakan sedemikian rupa sehingga semua orang bekerja demi keadilan, martabat, dan kesetaraan”.
Perempuan pun dapat bersandar pada pengalaman keluarga. Sebagai kakak di antara banyak saudara, ia berusaha mengembangkan bakat dan keterampilan adik-adiknya. Ia membagikan tugas kepada mereka dan merencanakan bersama mereka hal yang perlu atau yang menyenangkan. Dalam hal ini ia terbuka untuk mendengar pandangan, berunding dan dapat mengusulkan jalan keluar yang diterima oleh semua adiknya. Ia pun tidak takut memperlihatkan perasaannya, terutama rasa bangga atas adiknya yang berhasil dan kecewa atas adiknya yang lalai atau yang melukai saudaranya. Ia pun harus sadar bahwa ia tidak sempurna sehingga rela menerima kritikan untuk memperbaiki tingkah lakunya. Gaya partisipatif itu dapat dikembangkan lagi dengan memberdayakan pekerja. Bakat dan keterampilan mereka dimajukan dengan sadar melalui pengalaman, penataran, dan dukungan
Disekolah terdapat organisasi intra sekolah untuk dapat mengembangkan kemampuan siswa-siswinya agar dapat berperan aktif dalam dunia pendidikan sekolah dan latihan dasar kepemimpinan. Siswa perempuan dapat menjadi pemimpin dalam organisasi yang ada disekolahnya, seperti menjadi ketua osis. Saat menjadi ketua pun siswa perempuan harus mampu menerapkan pola kepemimpinannya, akan menggunakan pola kepemimpinan yang otoriter ataukah yang partisipatif. Dimulai dari kepemimpinannya dalam organisasi yang ada disekolahnya (OSIS), kedudukan perempuan yang menjabat sebagai kepala sekolah, dan organisasi lain yang ada disekolah.
B. ORGANISASI DAN SEKOLAH
Organisasi merupakan kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan batasan yang relative dapat diidentifikasikan dan bekerja atas dasar keterikatan yang relatif terus menerusuntuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Perangkat organisasi di sekolah antara lain:
1. Kepengurusan
Kepengurusan ini terdiri atas personil yang dibentuk berdasar ketentuan yang ada dan dibentuk menjadi sebuah organisasi yang paling tidak terdiri atas ketua, sekretaris, bendahara, dan anggota.
2. Struktur Organisasi
Struktur organisasi dapat diperluas dengan beberapa ketua bidang dan beberapa seksi.
3. Job Description
Guna menjalankan roda organisasi di sekolah perlu dibuat job description bagi setiap personil pada setiap jabatan yang diembannya, sehingga tidak terjadi tumpang tindih dalam pelaksanaan tugas.
4. AD/ART
AD/ART merupakan salah satu perangkat organisasi yang penting, karena dalam AD/ART merupakan panduan dalam berorganisasi sehingga roda organisasi berjalan pada panduan tersebut.AD/ART mencakup dasar, tujuan, kegiatan dari organisasi, ketentuan keanggotaaan dan kepengurusan, hak dan kewajiban pengurus, ketentuan tentang pengelolaan keuangan, mekanisme pengambilan keputusan, perubahan panduan organisasi, dan pembubaran organisasi.
5. Fasilitas Penunjang
Sebuah organisasi dapat dikatakan mustahil berjalan tanpa didukung oleh fasilitas penunjang, seperti ruangan dan seisinya (meja, kursi, dan lain-lain).
Salah satu contoh organisasi yang ada dalam sekolah adalah OSIS. Dalam upaya mengenal, memahami dan mengelola Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) perlu penjelasan mengenai pengertian dan peranan tentang Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS). Dengan pengertian dan peranan yang jelas akan membantu para pembina pengurus dan perwakilan kelas untuk mendayagunakan OSIS ini sesuai dengan fungsinya. OSIS memiliki beberapa pengertian secara sistematis, organisasi, fungsional, sistem. Penjelasannya sebagai berikut :
1. Secara Sistematis
Di dalam Surat Keputusan Direktur Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 226/C/Kep/0/1993 disebutkan bahwa organisasi kesiswaan di sekolah adalah OSIS. Kepanjangan OSIS terdiri dari, organisasi, siswa, intra, sekolah.
• Masing-masing mempunyai pengertian:
1) Organisasi
Secara umum adalah kelompok kerjasama antara pribadi yang diadakan untuk mencapai tujuan bersama. Organisasi dalam hal ini dimaksudkan satuan atau kelompok ke rjasama para siswa yang dibentuk dalam usaha untuk mencapai tujuan bersama, yaitu mendukung terwujudnya pembinaan kesiswaan.
2) Siswa
adalah peserta didik pada satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah.
3) Intra
adalah berarti terletak didalam dan di antara. Sehingga OSIS berarti suatu organisasi siswa yang ada di dalam dan di lingkungan sekolah yang bersangkutan.

4) Sekolah
adalah satuan pendidikan tempat menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar secara berjenjang dan bersinambungan.
2. Secara Organisasi
OSIS adalah satu-satunya wadah organisasi siswa yang sah di sekolah. Oleh karena itu setiap sekolah wajib membentuk Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), yang tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan OSIS di sekolah lain dan tidak menjadi bagian / alat dari organisasi lain yang ada di luar sekolah.
3. Secara fungsional
Dalam rangka pelaksanaan kebijaksanaan pendidikan khususnya di bidang pembinaan kesiswaan arti yang terkandung lebih jauh dalam pengertian OSIS adalah sebagai salah satu dari empat jalur pembinaan kesiswaa, di sampig ketiga jalur yang lain yaitu : Latihan Kepemimpinan, Ekstrakurikuler dan Wawasan Wiyatamandala.
4. Secara Sistem
Apabila OSIS dipandang suatu sistem, berarti OSIS sebagai tempat kehidupan berkelompok siswa bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Dalam hal ini OSIS dipandang sebagai sistem, dimana sekumpulan para siswa mengadakan koordinasi dalam upaya mencitapakan suatu organisasi yang mengadakan koordinasi dalam upaya menciptakan suatu organisasi yang mampu mencapai tujuan.

C. PERANAN OSIS
Sebagai salah satu jalur pembinaan kesiswaan, peranan OSIS adalah :
1. Sebagai Wadah
Organisasi Siswa Intra Sekolah merupakan satu-satunya wadah kegiatan para siswa di Sekolah bersama dengan jalur pembinaan yang lain untuk mendukung tercapainya tujuan pembinaan kesiswaan. Oleh sebab itu OSIS dalam mewujudkan fungsinya sebagai wadah. Wahana harus selalu bersama-sama dengan jalur lain, yaitu latihan kepemimpinan, ekstrakurikuler, dan wawasan wiyatamandala. Tanpta seling berkerjasama dari berbagai jalur, peranan OSIS sebagai wadah tindakan berfungsi lagi.
2. Sebagai Penggerak / Motivator
Motivator adalah perangsang yang menyebabkan lahirnya keinginan, semangat para siswa untuk berbuat dan melakukan kegiatan bersama dalam mencapai tujuan. OSIS akan tampil sebagai penggerak apabila para pembina, pengurus mampu membawa OSIS selalu dapat menyesuaikan dan memenuhi kebutuhan yang diharapkan, yaitu menghadapi perubahan, memiliki daya tangkal terhadap acanaman, memanfaatkan peluang dan perubahan, dan yang paling penting memberikan kepuasan kepada anggota. Dengan bahasa manajemen OSIS mampu memainkan fungsi intelektual, yaitu mampu meningkatkan keberadaan OSIS baik secara internal maupun eksternal. Apabila OSIS dapat berfungsi demikian sekaligus OSIS berhasil menampilkan peranannya sebagai motivator.
3. Peranan yang bersifat preventif
Apabila peran yang bersifat intelek dalam arti secara internal OSIS dapat menggerakan sumber daya yang ada secara eksternal OSIS mampu mengadaptasi dengan lingkungan, seperti : menyelesaikan persoalan perilaku menyimpang siswa dan sebagainya. Dengan demikian secara preventif OSIS berhasil ikut mengamankan sekolah dari segala ancaman yang datang dari dalam maupun dari luar. Peranan Preventif OSIS akan terwujud apabila peranan OSIS sebagai pendorong lebih dahulu harus dapat diwujudkan.

D. KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM OSIS
Dalam OSIS, tentunya terdapat peran dari masing-masing anggotanya, termasuk perempuan. Peran perempuan dalam OSIS biasanya berkedudukan sebagai sekretaris dan bendahara, dan laki-laki biasanya yang berperan sebagai ketua. Perempuan sering menjadi sekretaris disebabkan karena perempuanlah yang memiliki bakat menulis dengan rajin dan rapi, tidak seperti laki-laki yang malas saat diperintah untuk menulis. Perempuan cenderung lebih suka berada dibelakang layar, tidak langsung tampil didepan umum. Kemudian dalam OSIS perempuan biasanya juga berperan sebagai bendahara, hal ini disebabkan karena perempuan memiliki kemampuan menghitung dan menyimpan uang secara teliti serta tidak teledor dalam penggunaannya. Tidak seperti laki-laki yang dapat dengan mudah mengeluarkan uang tanpa berpikir panjang terlebih dahulu. Apalagi dalam organisasi, uang yang digunakan untuk anggaran proposal yang akan diajukan harus tepat pada sasaran penggunaannya.
Lalu mengapa laki-laki yang sering dijadikan ketua dalam organisasi sekolah tersebut??hal ini disebabkan karena dalam kedudukan gender laki-laki dianggap sebagai sosok yang kuat, dapat bijaksana dalam mengambil keputusan, tidak berdasarkan emosional seperti perempuan, dapat berpikir secara rasional, pandai berargumen, berani mengambil keputusan dengan tegas (tidak plin-plan), dan hal lain yang mendukung laki-laki sering dijadikan sebagai ketua dalam organisasi apapun. Sebenarnya tidak semua organisasi yang ada disekolah diambil alih oleh laki-laki, kenyataannya sekarang juga banyak perempuan yang sudah memberanikan diri dan dipilih sebagai ketua. Walaupun masih banyak laki-laki dijadikan ketua dibanding perempuan. Kondisi fisik perempuan yang dianggap lemah, tidak dapat mengambil keputusan dengan cepat, masih berdasarkan rasa emosional mereka, irasional, dan lain-lain. Keadaan seperti inilah yang membuat perempuan jarang terlihat sebagai ketua, walaupun tidak semua perempuan mempunyai sikap dan sifat yang telah disebutkan diatas.
Pengaruh yang dihasilkan dari peran perempuan sebagai sekretaris dan bendahara adalah membawa dampak yang signifikan terhadap organisasi yang ada disekolah. Organisasi dapat diatur sedemikian rupa dan berjalan dengan lancar sesuai dengan yang diinginkan berkat peran siswa perempuan yang ada didalamnya. Hal ini desebabkan karena perempuan lebih jeli dalam mengatur sesuatu agar hasil yang dicapai dapat berjalan secara maksimal.
E. KEPEMIMPINAN PEREMPUAN DITINJAU DARI TEORI FEMINISME LIBERAL
Asumsi dasar feminisme liberal berakar pada pandangan bahwa kebebasan dan kesamaan bearakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik. Kerangka kerja feminisme liberal dalam memperjuangkan persoalan masyarakat tertuju pada kesempatan yang sama dan hak yang sama bagi setiap individu termasuk didalamnya kesempatan dan hak kaum perempuan. Dengan kata lain, jika sistem sudah memberikan kesempatan yang sama pada laki-laki dan perempuan maka jika perempuan tidak mampu bersaing dan kalah yang perlu dipersalahkan adalah perempuan itu sendiri.
Untuk lebih memahami perempuan, kita dapat mempelajari perubahan sejarah aliran feminism tentang pembentukan pengetahuan perempuan seperti femininisme liberal. Dijelaskan bawa akar teori feminism liberal bertumpu pada kebebasan dan kesetaraan rasionalitas. Perempuan dipandang sebagai manusia rasional dan memiliki kemampuan yang sama dengan lakil-laki. Berdasarkan pemikiran inilah, maka kepemimpinan perempuan dalam masa kini bukan lagi menjadi hal yang harus diperdebatkan. Hanya saja perlu diingat, perempuan dalam menjalankan peran sebagai pemimpin dituntut juga memiliki beberapa hal penting antara lain:
a. Keinginan menerima tanggung jawab
b. Mencapai tujuan yang realistis
c. Bekerja keras dan cerdas
d. Bersikap objektif
e. Mampu berkomunikasi dengan efektif
f. Memiliki orientasi masa depan
g. Kemampuan membimbing
h. Berperilaku bijaksana dengan kekuasaan
i. Memiliki kepribadian yang kuat.
Sebagian dari usaha ini dapat dilihat melalui program perempuan dalam pembangunan (Women in Development) yaitu dengan menyediakan “program intervensi guna meningkatkan taraf hidup keluarga seperti pendidikan, keterampilan, serta kebijakan yang dapat meningkatkan kemampuan perempuan sehingga mampu berpatisipasi dalam pembangunan”.
Pada era modern ini, sudah banyak perempuan yang menjadi pemimpin seperti: presiden, anggota DPR, bupati, bahkan dalam organisasi yang ada di sekolah. Hal ini berarti telah menunjukkan bahwa perempuan juga memiliki eksistensi untuk menjadi pemimpin di semua bidang termasuk dalam pendidikan. Seperti dalam kepemimpinan perempuan dalam sekolah yang menjabat sebagai kepala sekolah, ketua osis yang tidak melulu menjabat sebagai sekretaris dan bendahara. Walaupun kedudukan sekretaris dan bendahara tidak dapat dihindarkan dari posisi perempuan yang ada dalam organisasi. Dengan hal itu, telah membuktikan bahwa kebebasan sudah diperoleh kaum perempuan dan telah menyamai kedudukan laki-laki.


BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah dijelaskan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa peran perempuan dalam organisasi di sekolah biasanya berkedudukan sebagai sekretaris dan bendahara. Hal itu dikarenakan anggapan yang telah melekat pada diri perempuan itu sendiri yang dianggap memiliki sifat rajin dan mempunyai kemampuan untuk mengelola keuangan dengan baik. Selain itu, perempuan juga cenderung senang berada di belakang layar daripada harus tampil langsung di depan publik.
Berbeda dengan perempuan, laki-laki dalam organisasi selalu menempati kedudukan sebagai ketua dalm organisasi tersebut karena adanya anggapan bahwa laki-laki itu dapat berlaku bijaksana dan cepat dalam mengambil keputusan serta lebih berpikir rasional.
Dalam suatu organisasi di sekolah (OSIS) perempuan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap organisasi yang ada tersebut karena dengan adanya perempuan yang mengatur keuangan dan administrasi dari organisasi tersebut sehingga dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Laki-laki dan perempuan dikategorikan sebagai hal yang sama dalam kajian teori feminism liberal. Dimana perempuan juga dapat berfikir secara rasional dan memandang sesuatu secara objektif sehingga mereka pun dapat bersaing dengan kaum laki-laki. Hal itu telah membuktikan bahwa adanya kesetaraan gender dalam dunia pendidikan.

B. SARAN
Dari kesimpulan yang telah dijelaskan di atas, maka penulis dapat menyarankan beberapa hal antara lain:
1) Bagi Siswa
Para siswa harus seharusnya ikut aktif dalam kegiatan organisasi yang ada di sekolah mereka,khususnya bagi siswa perempuan karena dengan demikian mereka dapat mengikis anggapan yang telah dikonstruksikan kepada mereka.
2) Bagi Pihak Sekolah
Sebaiknya pihak sekolah juga mempertimbangkan keputusan dan kebijakan yang akan mereka ambil sehingga tidak menimbulkan bias gender yang akhirnya menimbulkan ketidakadilan bagi pihak-pihak lain.

DAFTAR PUSTAKA

• Mansour, Fakih. 1996. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
• Tong, Rosemarie P. 1998. Feminist Tought. Yogyakarta: Jalasutera.
• http//www. Suarakomunitas.net
• http//www.wikipedia.com
• http/public_html/libraries/joomla/cache/handler/callback.php
KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM ORGANISASI SEKOLAH

PENGARUH PERKEMBANGAN IPTEK TERHADAP KEBUDAYAAN KOMUNITAS SAMIN DI DESA KLOPODHUWUR KABUPATEN BLORA

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada di tengah masyarakat semakin canggih seiring dengan perkembangan jaman. Hal itu menandakan bahwa masyarakat yang ada di negara Indonesia mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi menunjukkan perkembangan dari masyarakat tradisional menuju masyarakat yang modern.
Perkembangan IPTEK tersebut tidak hanya terjadi di daerah perkotaan saja, tetapi juga terjadi di daerah pedesaan. Perkembangan tersebut tentu saja akan mempengaruhi kehidupan yang ada di masyarakat dalam berbagai aspek , baik sosial, ekonomi, politik, budaya dan masih banyak lagi. Selain itu perubahan tersebut juga memberikan dampak yang cukup besar dalam struktur dalam masyarakat maupun kebudayaan yang telah ada.
Perkembangan IPTEK tersebut mendapat tanggapan yang berbeda dari anggota masyarakat di dalamnya. Masyarakat tidak mungkin begitu saja menerima perkembangan tersebut, sehingga tidak heran jika terjadi goncangan kebudayaan (cultural shock) di masyarakat akibat perkembangan itu.
Komunitas Samin merupakan kelompok sosial yang tinggal di suatu wilayah yang telah memiliki kebudayaannya sendiri. Masyarakat Samin ini awal mulanya berasal dari desa Klopodhuwur kabupaten Blora. Namun, keberadaan komunitas Samin ini menyebar ke beberapa daerah lain.
Komunitas Samin terkenal dengan ajaran Saminisme. Ajaran ini disampaikan oleh orang yang bernama Samin Surosentiko sebagai bentuk penolakan terhadap budaya colonial Belanda dan kapitalisme yang muncul pada masa penjajahan Belanda. Mereka yang menganut ajaran ini dikenal sebagai orang-orang yang memegang teguh prinsip hidup yang telah diajarkan oleh pendahulunya. Karena itu, mereka di anggap sebagai orang-orang yang kolot dan sulit untuk menerima perubahan.
Dari latar belakang yang telah disebutkan diatas membuat peneliti tertarik untuk mengkaji, mengetahui dan mengungkap lebih jauh tentang pengaruh dari perkembangan IPTEK terhadap kebudayaan komunitas Samin di desa Klopodhuwu kabupaten Blora sehingga peneliti menyusun penelitian yang berjudul ”PENGARUH PERKEMBANGAN IPTEK TERHADAP KEBUDAYAAN KOMUNITAS SAMIN DI DESA KLOPODHUWUR KABUPATEN BLORA” ini.


B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini, antara lain :
1. Bagaimana persepsi komunitas Samin di desa Klopodhuwur terhadap perkembangan IPTEK yang ada saat ini?
2. Bagaimana pengaruh perkembangan IPTEK terhadap kebudayaan komunitas Samin di desa Klopodhuwur?
3. Apa dampak dari perkembangan IPTEK terhadap kebudayaan komunitas Samin di desa Klopodhuwur?
4. Bagaimana reaksi/tanggapan komunitas Samin di desa Klopodhuwur terhadap perkembangan IPTEK tersebut?

C. TUJUAN
Tujuan pembahasan tentang pengaruh perkembangan IPTEK terhadap kebudayaan komunitas Samin di kabupaten Blora adalah :
1. Untuk mengetahui persepsi komunitas Samin di desa Klopodhuwur terhadap perkembangan IPTEK yang ada saat ini.
2. Mengetahui ada tidaknya pengaruh perkembangan IPTEK tersebut terhadap kebudayaan komunitas Samin di desa Klopodhuwur.
3. Mengetahui dampak yang ditimbulkan perkembangan IPTEK bagi kebudayaan komunitas Samin di desa Klopodhuwur.
4. Mengetahui bagaimana reaksi/ tanggapan komunitas Samin di desa Klopodhuwur tentang adanya perkembangan IPTEK.

D. MANFAAT
a) Manfaat Akademis
Penelitian ini dilakukan sebagai bahan studi bagi pembaca dan dapat memberikan bahan referensi bagi pihak pembaca sebagai bacaan yang dapat menambah ilmu pengetahuan bagi pembaca, khususnya mengenai komunitas Samin.
b) Manfaat Praktis
Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai bagaimana pengaruh perkembangan IPTEK terhadap kebudayaan komunitas Samin di desa Klopodhuwur kabupaten Blora, sehingga nantinya perkembangan IPTEK yang masuk ke dalam komunitas tersebut tidak akan menghilangkan kebudayaan asli yang ada pada komunitas Samin.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI,
DAN KERANGKA BERFIKIR

A. TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian tentang komunitas Samin mungkin sudah banyak dilakukan untuk menunjukkan keragaman komunitas tersebut dari berbagai sudut pandang. Namun, hingga penelitian ini peneliti buat, peneliti hanya dapat menemukan satu penelitian tentang komunitas tersebut yang dilihat dari sudut sosiologi seperti yang terdapat pada penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2008) yang melihat komunitas Samin dari segi interaksinya dengan masyarakat sekitar. Lestari (2008) menyebutkan bahwa interaksi sosial antara komunitas Samin dengan masyarakat sekitar berupa kerjasama, akomodasi, dan asimilasi. Interaksi sosial tersebut dipengaruhi oleh situasi sosial, kekuasaan kelompok, tujuan pribadi, kedudukan dan kondisi individu serta penafsiran situasi. Selain memaparkan hal tersebut, Lestari (2008) juga menyebutkan kendala yang dihadapi dalam interaksi antara komunitas Samin dengan masyarakat sekitar adalah berupa perbedaan bahasa yang sulit dipahami oleh masyarakat sekitar dan adanya perbedaan nilai antara kelompok sosial tersebut.
Penelitian yang peneliti lakukan ini berbeda dengan penelitian yang sudah ada tersebut. Penelitian ini merupakan usaha-usaha untuk menjawab dan mengungkapkan hal-hal yang belum terjawab pada penelitian sebelumnya, khususnya tentang pengaruh perkembangan IPTEK di era globalisasi ini terhadap kebudayaan komunitas Samin di desa Klopo duwur.


B. LANDASAN TEORI
1. Komunitas
Koentjaraningrat ( 1990:136). Komunitas merupakan suatu kesatuan hidup bermasyarakat yang khas dengan suatu identitas serta solidaritas yang telah terbentuk dari dalam dan berkembang dalam waktu yang lama.komunitas sebagai suatu satuan sosial yang utuh yang terikat pada suatu tempat komunitas sebagai satuan sosial yang utuh yang terikat pada suatu tempat dan ciri-ciri alamiah yang khas sehingga merupakan bagian dari suatu sistem ekologi yang bulat.
Menurut Soekanto (2002:149), komunitas merupakan kelompok sosial yang tinggal di suatu wilayah (dalam arti geografis) dengan batas tertentu dimana faktor utama yang menjadi dasar adalah interaksi dia antara para anggotanya dibandingkan dengan penduduk di luar batas wilayahnya. Selanjutnya kelompok sosial dibagi ke dalam kelompok sendiri (in group) dan kelompok luar (out group). Para anggota kelompok sendiri (in group) mempunyai ikatan yang kuat ke dalam. Di antara kelompok tersebut mempunyai perasaan simpati, senasib, sepenanggungan serta dekat dengan sesama anggota dalam kelompoknya.,sedangkan yang disebut sebagai kelompok luar (out group) adalah mereka yang mempunyai sifat kebalikannya, seperti sikap melawan, menentang, curiga, antipasti serta membedakan dengan kelompok lainnya. Dalan hal ini, komunitas Samin termasuk dalam kelompok sendiri (in group) karena mereka terbentuk berdasarkan rasa senasib dan sepenanggungan.
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan komunitas adalah suatu kelompok sosial yang hidup dan mendiami suatu wilayah dengan suatu identitas yang khas yang terbentuk dalam waktu yang lama. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa masyarakat Samin dapat dikatakan sebagai salah satu komunitas yang ada di wilayah Jawa Tengah. Komunitas Samin merupakan bagian dari suku Jawa yang memiliki ciri khas tersendiri yang berupa tata bahasa, adat istiadat, kebiasaan, dan norma-norma yang berbeda dengan masyarakat lain. Komunitas ini terbentuk atas dasar persamaan paham yang disebut dengan paham Saminisme.
2. Perubahan Kebudayaan
Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan yang dipunyai oleh manusia sebagai makhluk sosial yang isinya adalah perangkat-perangkat, model-model, pengetahuan-pengetahuan secara kolektif yang dapat digunakan untuk memahami dan menginterpresentasikan lingkungan yang dihadapi dan untuk mendorong serta menciptakan tindakan yang dibutuhkan. (Syam, 2005:14)
Para ahli antropologi mengakui bahwa kebudayaan senantiasa mengalami perubahan walaupun laju serta bentuk perubahan tersebut berbeda-beda. Umumnya perubahan mengikuti adanya suatu modifikasi, baik dalam lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Di antara kejadian yang berpengaruh pada perubahan kebudayaan adalah peningkatan jumlah penduduk, perubahan dalam lingkungan geografi, bencana alam, dan lain-lain. Perubahan kebudayaan terwujud dalam pergantian unsur-unsur yang baru yang secara fungsional dapat diterima oleh unsur-unsur lain atau menghilangkan unsur-unsur yang lama dan menggantikannya dengan unsur-unsur baru atau memadukan unsur-unsur yang baru ke dalam unsure yang lama. (Joyomartono,1991:31)
Dalam proses perubahan kebudayaan, ada unsur-unsur kebudayaan yang mudah berubah dan yang sukar berubah. Kebudayaan dibagi menjadi dua, yaitu: inti kebudayaan (Convert Culture) dan perwujudan kebudayaan (Overt Culture). Bagian inti terdiri dari sistem nilai budaya, keyakinan keagamaan yang dianggap keramat, dan beberapa adat yang telah tersebar luas di masyarakat. Wujud kebudayaan yang merupakan bagian luar/ fisik dari kebudayaan, seperti alat/ benda hasil seni budaya yang mudah untuk berubah. (Koentjaraningrat, 2000:285)
Perubahan kebudayaan bertitik tolak dan timbul dari organisasi sosial. Kebudayaan mencakup segenap cara berfikir dan bertingkah laku, yang timbul karena interaksi yang bersifat komunikatif seperti menyampaikan ide-ide secara simbolik dan bukan warisan karena keturunan (Davis,1960). Apabila diambil dari definisi Taylor dalam Soekanto (1990), kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat istiadat, dan setiap kemampuan serta kebiasaan manusia sebagai warga masyarakat, maka perubahan kebudayaan adalah segala perubahan yang mencakup unsur-unsur tersebut. Peneliti menggunakan beberapa konsep untuk meneliti perubahan sosial budaya yang ada dalam komunitas Samin tersebut. Konsep-konsep itu antara lain.
a. Teori Materialisme Sejarah (Karl Mark dan Angel)
Teori ini menyebutkan bahwa perubahan kebudayaan disebabkan oleh adanya faktor material, yaitu teknologi. Teknologi dapat menyebabkan perubahan kebudayaan melalui tiga cara. Pertama, teknologi baru mampu meningkatkan berbagai kemungkinan dalam masyarakat. Kedua, teknologi baru merubah pola interaksi dalam masyarakat. Ketiga, teknologi baru menyebabkan terjadinya berbagai permasalahan hidup baru bagi masyarakat.
Dalam konsepsi Mark, perubahan sosial ada pada kondisi historis yang melekat pada perilaku manusia secara luas, tepatnya sejarah kehidupan material manusia. Perspektif individual menjadi sebuah alternatif untuk menjelaskan perubahan sosial dan budaya. Menurut perspektif historisme, masyarakat sebagai kesatuan holistik yang bersifat menentukan sifat dan keteraturannya sendiri yang tidak dapat direduksi. Mark menyatakan bahwa tindakan individu merupakan sebuah kompleksitas antara motivasi psikologis, nilai budaya, norma dan hukum yang membentuk tindakan. Dengan demikian faktor utama yang menjelaskan perubahan sosial adalah pada alam ide.
Konsep materialisme sejarah digunakan dalam penelitian ini untuk menjelaskan peranan aspek kesejarahan yang ada dalam komunitas Samin di masa lalu terhadap kondisi komunitas Samin di desa Klopodhuwur pada masa sekarang ini.
b. Perspektif Etika Protestan (Max Weber)
Perspektif idealis berbeda dengan pandangan Karl Mark. Salah satu tokoh dalam kubu idealis adalah Max Weber yang mengemukakan bahwa perubahan sosial disebabkan oleh faktor non-material. Faktor material ini antara lain ide, nilai dan ideologi. Ide merujuk pada pengetahuan dan kepercayaan, nilai merupakan anggapan terhadap sesuatu yang pantas atau tidak pantas, sedangkan ideologi berarti serangkaian kepercayaan dan nilai yang digunakan membenarkan atau melegitimasi bentuk tindakan masyarakat.
Selain itu Weber juga menyatakan bahwa faktor yang berpengaruh dalam perubahan sosial adalah bentuk rasionalisme yang dimiliki oleh individu. Menurut Weber, rasionalitas memiliki empat macam model, yaitu: (1) rasionalitas tradisional, (2) rasionalitas yang berorientasi nilai, (3) rasionalitas efektif, dan (4) rasionalitas instrumental. Ideologi mampu menyebabkan perubahan melalui tiga cara yang berbeda. Pertama, ideologi dapat melegitimasi keinginan untuk melakukan sesuatu. Kedua, ideologi mampu menjadi dasar solidaritas sosial yang dibutuhkan untuk melakukan perubahan. Ketiga, ideologi dapat menyebabkan perubahan melalui menyoroti perbedaan dan permasalahan yang ada dalam masyarakat.
Perspektif ini peneliti gunakan untuk mengetahui pengaruh dari ide, nilai, dan ideologi yang ada pada masyarakat yang modern ini terhadap kebudayaan di kalangan komunitas Samin di desa Klopodhsuwur.
PENGARUH PERKEMBANGAN IPTEK TERHADAP KEBUDAYAAN KOMUNITAS SAMIN DI DESA KLOPODHUWUR KABUPATEN BLORA

TUGAS PENULISAN KARYA ILMIAH

TEMA: PERUBAHAN SOSIAL DAN BUDAYA
JUDUL: PENGARUH PERKEMBANGAN IPTEK TERHADAP KEBUDAYAAN KOMUNITAS SAMIN

• RUMUSAN MASALAH:
1. Bagaimana persepsi komunitas Samin terhadap perkembangan IPTEK yang ada saat ini?
2. Bagaimana pengaruh perkembangan IPTEK terhadap kebudayaan komunitas Samin?
3. Apa dampak dari perkembangan IPTEK terhadap kebudayaan komunitas Samin?
4. Bagaimana reaksi/tanggapan komunitas Samin terhadap perkembangan IPTEK tersebut?

TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian tentang komunitas Samin mungkin sudah banyak dilakukan untuk menunjukkan keragaman komunitas tersebut dari berbagai sudut pandang. Namun, hingga penelitian ini peneliti buat, peneliti hanya dapat menemukan satu penelitian tentang komunitas tersebut yang dilihat dari sudut sosiologi seperti yang terdapat pada penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2008) yang melihat komunitas Samin dari segi interaksinya dengan masyarakat sekitar. Lestari (2008) menyebutkan bahwa interaksi sosial antara komunitas Samin dengan masyarakat sekitar berupa kerjasama, akomodasi, dan asimilasi. Interaksi sosial tersebut dipengaruhi oleh situasi sosial, kekuasaan kelompok, tujuan pribadi, kedudukan dan kondisi individu serta penafsiran situasi. Selain memaparkan hal tersebut, Lestari (2008) juga menyebutkan kendala yang dihadapi dalam interaksi antara komunitas Samin dengan masyarakat sekitar adalah berupa perbedaan bahasa yang sulit dipahami oleh masyarakat sekitar dan adanya perbedaan nilai antara kelompok sosial tersebut.

Penelitian yang peneliti lakukan ini berbeda dengan penelitian yang sudah ada tersebut. Penelitian ini merupakan usaha-usaha untuk menjawab dan mengungkapkan hal-hal yang belum terjawab pada penelitian sebelumnya, khususnya tentang pengaruh perkembangan IPTEK di era globalisasi ini terhadap kebudayaan komunitas Samin.

LANDASAN TEORI
1. Komunitas
Koentjaraningrat ( 1990:136). Komunitas merupakan suatu kesatuan hidup bermasyarakat yang khas dengan suatu identitas serta solidaritas yang telah terbentuk dari dalam dan berkembang dalam waktu yang lama.komunitas sebagai suatu satuan sosial yang utuh yang terikat pada suatu tempat komunitas sebagai satuan sosial yang utuh yang terikat pada suatu tempat dan ciri-ciri alamiah yang khas sehingga merupakan bagian dari suatu sistem ekologi yang bulat.
Menurut Soekanto (2002:149), komunitas merupakan kelompok sosial yang tinggal di suatu wilayah (dalam arti geografis) dengan batas tertentu dimana faktor utama yang menjadi dasar adalah interaksi dia antara para anggotanya dibandingkan dengan penduduk di luar batas wilayahnya. Selanjutnya kelompok sosial dibagi ke dalam kelompok sendiri (in group) dan kelompok luar (out group). Para anggota kelompok sendiri (in group) mempunyai ikatan yang kuat ke dalam. Di antara kelompok tersebut mempunyai perasaan simpati, senasib, sepenanggungan serta dekat dengan sesama anggota dalam kelompoknya.,sedangkan yang disebut sebagai kelompok luar (out group) adalah mereka yang mempunyai sifat kebalikannya, seperti sikap melawan, menentang, curiga, antipasti serta membedakan dengan kelompok lainnya. Dalan hal ini, komunitas Samin termasuk dalam kelompok sendiri (in group) karena mereka terbentuk berdasarkan rasa senasib dan sepenanggungan.
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan komunitas adalah suatu kelompok sosial yang hidup dan mendiami suatu wilayah dengan suatu identitas yang khas yang terbentuk dalam waktu yang lama. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa masyarakat Samin dapat dikatakan sebagai salah satu komunitas yang ada di wilayah Jawa Tengah. Komunitas Samin merupakan bagian dari suku Jawa yang memiliki ciri khas tersendiri yang berupa tata bahasa, adat istiadat, kebiasaan, dan norma-norma yang berbeda dengan masyarakat lain. Komunitas ini terbentuk atas dasar persamaan paham yang disebut dengan paham Saminisme.
2. Perubahan Kebudayaan
Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan yang dipunyai oleh manusia sebagai makhluk sosial yang isinya adalah perangkat-perangkat, model-model, pengetahuan-pengetahuan secara kolektif yang dapat digunakan untuk memahami dan menginterpresentasikan lingkungan yang dihadapi dan untuk mendorong serta menciptakan tindakan yang dibutuhkan. (Syam, 2005:14)
Para ahli antropologi mengakui bahwa kebudayaan senantiasa mengalami perubahan walaupun laju serta bentuk perubahan tersebut berbeda-beda. Umumnya perubahan mengikuti adanya suatu modifikasi, baik dalam lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Di antara kejadian yang berpengaruh pada perubahan kebudayaan adalah peningkatan jumlah penduduk, perubahan dalam lingkungan geografi, bencana alam, dan lain-lain. Perubahan kebudayaan terwujud dalam pergantian unsur-unsur yang baru yang secara fungsional dapat diterima oleh unsur-unsur lain atau menghilangkan unsur-unsur yang lama dan menggantikannya dengan unsur-unsur baru atau memadukan unsur-unsur yang baru ke dalam unsure yang lama. (Joyomartono,1991:31)
Dalam proses perubahan kebudayaan, ada unsur-unsur kebudayaan yang mudah berubah dan yang sukar berubah. Kebudayaan dibagi menjadi dua, yaitu: inti kebudayaan (Convert Culture) dan perwujudan kebudayaan (Overt Culture). Bagian inti terdiri dari sistem nilai budaya, keyakinan keagamaan yang dianggap keramat, dan beberapa adat yang telah tersebar luas di masyarakat. Wujud kebudayaan yang merupakan bagian luar/ fisik dari kebudayaan, seperti alat/ benda hasil seni budaya yang mudah untuk berubah. (Koentjaraningrat, 2000:285)
Perubahan kebudayaan bertitik tolak dan timbul dari organisasi sosial. Kebudayaan mencakup segenap cara berfikir dan bertingkah laku, yang timbul karena interaksi yang bersifat komunikatif seperti menyampaikan ide-ide secara simbolik dan bukan warisan karena keturunan (Davis,1960). Apabila diambil dari definisi Taylor dalam Soekanto (1990), kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat istiadat, dan setiap kemampuan serta kebiasaan manusia sebagai warga masyarakat, maka perubahan kebudayaan adalah segala perubahan yang mencakup unsur-unsur tersebut. Peneliti menggunakan beberapa konsep untuk meneliti perubahan sosial budaya yang ada dalam komunitas Samin tersebut. Konsep-konsep itu antara lain.
a. Teori Materialisme Sejarah (Karl Mark dan Angel)
Teori ini menyebutkan bahwa perubahan kebudayaan disebabkan oleh adanya faktor material, yaitu teknologi. Teknologi dapat menyebabkan perubahan kebudayaan melalui tiga cara. Pertama, teknologi baru mampu meningkatkan berbagai kemungkinan dalam masyarakat. Kedua, teknologi baru merubah pola interaksi dalam masyarakat. Ketiga, teknologi baru menyebabkan terjadinya berbagai permasalahan hidup baru bagi masyarakat.
Dalam konsepsi Mark, perubahan sosial ada pada kondisi historis yang melekat pada perilaku manusia secara luas, tepatnya sejarah kehidupan material manusia. Perspektif individual menjadi sebuah alternatif untuk menjelaskan perubahan sosial dan budaya. Menurut perspektif historisme, masyarakat sebagai kesatuan holistik yang bersifat menentukan sifat dan keteraturannya sendiri yang tidak dapat direduksi. Mark menyatakan bahwa tindakan individu merupakan sebuah kompleksitas antara motivasi psikologis, nilai budaya, norma dan hukum yang membentuk tindakan. Dengan demikian faktor utama yang menjelaskan perubahan sosial adalah pada alam ide.
Konsep materialisme sejarah digunakan dalam penelitian ini untuk menjelaskan peranan aspek kesejarahan yang ada dalam komunitas Samin di masa lalu terhadap kondisi komunitas Samin yang ada pada masa sekarang ini.
b. Perspektif Etika Protestan (Max Weber)
Perspektif idealis berbeda dengan pandangan Karl Mark. Salah satu tokoh dalam kubu idealis adalah Max Weber yang mengemukakan bahwa perubahan sosial disebabkan oleh faktor non-material. Faktor material ini antara lain ide, nilai dan ideologi. Ide merujuk pada pengetahuan dan kepercayaan, nilai merupakan anggapan terhadap sesuatu yang pantas atau tidak pantas, sedangkan ideologi berarti serangkaian kepercayaan dan nilai yang digunakan membenarkan atau melegitimasi bentuk tindakan masyarakat.
Selain itu Weber juga menyatakan bahwa faktor yang berpengaruh dalam perubahan sosial adalah bentuk rasionalisme yang dimiliki oleh individu. Menurut Weber, rasionalitas memiliki empat macam model, yaitu: (1) rasionalitas tradisional, (2) rasionalitas yang berorientasi nilai, (3) rasionalitas efektif, dan (4) rasionalitas instrumental. Ideologi mampu menyebabkan perubahan melalui tiga cara yang berbeda. Pertama, ideologi dapat melegitimasi keinginan untuk melakukan sesuatu. Kedua, ideologi mampu menjadi dasar solidaritas sosial yang dibutuhkan untuk melakukan perubahan. Ketiga, ideologi dapat menyebabkan perubahan melalui menyoroti perbedaan dan permasalahan yang ada dalam masyarakat.
Perspektif ini peneliti gunakan untuk mengetahui pengaruh dari ide, nilai, dan ideologi yang ada pada masyarakat yang modern ini terhadap kebudayaan di kalangan komunitas Samin yang ada.
TUGAS PENULISAN KARYA ILMIAH

Kebudayaan Minangkabau

1. Identifikasi
Daerah asal kebudayaan minangkabau kira-kira seluas daerah propinsi sumatera barat sekarang ini dengan dikurangi derah kepulauan mentawai. Dalam pangdangan orang minangkabau daerah ini dibagi menjadi bagian-bagian khusus yang menyatakan pertentangan antara darek (daratan) dan pasisie (pesisir) atau rantau. Daerah darat dianggap sebagai daerah asal dan daerah utama dari pemangku kebudayaan minangkabau. Secara tradisionel, daerah darat dibagi menjadi tiga luhak (kabupaten) yaitu tanah data(r), agam dan limopulueh koto, kadang-kadang ditambah dengan solok.
Umumnya orang minangkabau mencoba menghubungkan keturunan mereka dgn suatu tempat tertentu yaitu Par(h)iangan, Padang Panjang. Pendukung kebudayaan minangkabau tersebar di beberapa tempat di sumatera dan di Malaya.
Penyebaran orang minangkabau jauh dari daerah asalnya disebabkan oleh adanya dorongan pada diri mereka untuk merantau yang disbabkan oleh dua hal yaitu pertama karena keinginan mereka untuk mendapatkan kekayaan tanpa mempergunakan tanah-tanah yang telah ada. Kedua, ialah karena adanya perselisihan yang menyebabkan bahwa orang yang merasa dikalahkan akan meninggalkan kampung dan keluarga untuk menetap di tempat lain.
Orang minangkabau menggunakan sutu bahasa yang sama yang disebut bahasa minangkabau, sebuah bahasa yang erat berhubungan dengan bahasa melayu.
Sistem kekeluargaan yang dianut oleh masyarakat minangkabau adalah sistem kekeluargaan yang matrilineal. Hal ini merupakan salah satu unsure yang member identitas terhadap kebudayaan minangkabau.

2. Bentuk desa
Desa yang disebut sebagai nagari dalam bahasa minangkabau terdiri atas dua bagian utama, yaitu daerah nagari dan daerah taratak. Nagari adalah daerah kediaman utama dan dianggap pusat bagi sebuah desa, sedangkan taratak dianggap sebagai daerah sebagai daerah hutan dan ladang. Daerah nagari dalam sebuah desa biasanya ditentukan oleh adanya sebuah masjid, balai adat, dan tempat untuk pasar sekali atau dua kali seminggu.
Rumah adat di minangkabau disebut dengan rumah gadang. Rumah adat di minangkabau adalah rumah-rumah panggung, karena lantainya terletak jauh di atas tanah. Bentuk rumah gadang memanjang dan biasanya didasarkan dengan perhitungan ruang yang terdapat dalam rumah itu. Sebuah rumah gadang terdiri dari jumlah ruang dalam bilangan yang ganjil mulai dari tiga,biasanya adalah tujuh ruangan. Rumah gadang tersebut dibagi menjadi beberapa ruangyang disebut dengan didieh. Sebuh rumah gadang biasanya terdiri dari tiga didieh. Satu didieh digunakan sebagai biliek (ruang tidur), yaitu dengan dibatasi oleh 4 dinding. Di sini anggota perempuan dari keluarga-luas minangkabau menerima suaminya. Ini adalah tempat mereka yang khusus dan bersifat pribadi. Didieh kedua merupakan bagian terbuka dari sebuah rumah gadang, dimana diterima tamu dan diadakan pesta-pesta.
Sebuah rumah gadang terkadang juga memiliki sebuah anjueng (anjung) yang merupakan bagian yg ditambahkan pada ujungnya dan biasanya dianggap sebagai tempat kehormatan. Rumah gadang dgn anjueng seringkali dimiliki oleh suatu keluarga yg dianggap sebagai keturunan penduduk asli dari sebuah desa.
Sebuah rumah gadang biasanya hanya memiliki sebuah pintu yg terletak pd bagian yang ruang di tengah-tengah. Rumah gadang ditopang oleh tonggak kayu yang setiap didiehnya dibatasi oleh 4 tonggak. Dengan demikian sebuah rumah gadang dengan tujuh ruang akan mempunyai 32 tonggak. Antara lantai dan atap terdapat pagu, semacam loteng yg digunakan untuk menyimpan barang-barang. Atap dari sebuah rumah gadang menyebabkan sebuah rumah gadang kelihatan seperti perahu. Atap rumah gadang tersebut biasanya dari ijuk.

3. Mata Pencaharian
Sebagan besar masyarakat minangkabau hidup dari tanah. Mereka yang tinggal di daerah yang subur hidup dari hasil pertanian. Di samping dari pertanian, penduduk yang tinggal di pinggir laut/ danau hidup dari hasil penangkapan ikan, tapi bagi mereka itu hanya pekerjaan sampingan saja.
Namun banyak orang minangkabau yang meninggalkan sector pertanian karena tak ada tanah pertanian yang memberikan hasil yang cukup, ada juga yang disebabkan karena kesadaran mereka bahwa dengan pertanian mereka tak mungkin bisa menjadi kaya. Orang-orang semacam ini biasanya lari ke sector perdagangan.
Selain dari pertanian ada juga yang hidup dari erajinan tangan. Diantaranya adalah kerajinan perak bakar di Koto Gadang- Bukit Tinggi dan pembuatan kain songket dari Silungkang-Sawah Lunto.

4. Sistem Kekerabatan
Garis keturunan minangkabau diperhitungkan menurut garis matrilineal. Kesatuan keluarga yang terkecil adalah paruik (perut). Dalam sebagian masyarakat minangkabau, ada kesatuan kampueng yang memisahkan paruik dengan suku sebagai kesatuan kekerabatan. Paruik dapat dikatakan sebagai kesatuan kekerabatan yang bersifat genealogis.
Kepentingan suatu keluarga diurus oleh seorang laki-laki dewasa dari keluarga itu yang bertindak sebagai niniek mamak bagi keluarga itu. Istilah mamak berarti saudara laki-laki ibu. Tanggung jawab untuk memperhatikan kepentingan sebuah keluarga terletak pada pundak seorang atau beberapa orang mamak.
Suku dalam kekerabatan minangkabau menyerupai satu klen matrilineal dan jodoh harus dipilihkan dari luar suku. Sebuah suku dipimpin oleh seorang penghulu suku, sedangkan sebuah kampueng dipimpin oleh seorang penghulu andiko(datuek kampueng).
Perkawinan dalam masyarakat minangkabau sebenarnya tidak mengenal mas kawin, tetapi yang penting dalam masyarakat minangkabau adalah pertukaran benda lambang antara dua keluarga yang bersangkutan berupa cincin ataupun keris. Di beberapa daerah, keluarga pengantin perempuan memberi kepada keluarga laki-laki sejumlah uang atau barang sebagai alat untuk menjemputnya agar mengawini perempuan tersebut yang disebut dengan uang jemputan. Pola menetap sesudah menikah pada masyarakat minangkabau adalah uxorilokal.


5. Sistem Kemasyarakatan
Sebuah suku selain mempunyai seorang panghulu suku, juga mempunyai seorang dubalang dan manti. Dubalang bertugas menjaga keamanan sebuah suku, sedangkan manti berhubungan dengan tugas-tugas keamanan.
Menurut konsepsi orang minangkabau, perbedaan lapisan sosial dinyatakan dengan istilah-istilah sebagai berikut:
a. Kamanakan tali pariuk adalah keturunan langsung dari suatu keluarga orang asal.
b. Kamanakan tali budi adalah keluarga pendatang yang karena kedudukan mereka di tempat asalnya juga tinggi dan mereka juga memiliki tanah yang luas di tempat baru itu, sehingga kedudukan mereka dianggap sederajat dengan orang asal.
c. Kamanakan tali ameh adalah pendatang baru yang mencari hubungan keluarga dengan keluarga orang asal, tetapi kehidupan mereka tidak bergantung pada orang asal tersebut.
d. Kamanakan bawah lutuik adalah mereka yang benar-benar tidak mempunyai apa-apa dan hidup dari membantu rumah tangga orang asal.

Mengenai pola kepeminpinan dapat dikatakan bahwa dalam masyarakat minangkabau pola kekeuasaan pada hakekatnya tidak ada. Seorang panghulu suku atau penghulu andiko juga tidak mempunyai kekuasaan yang nyata.
Secara adat, sistem pemerintahan di minangkabau dibedakan dalam dua sistem, pertama laras Bodi-Caniago dan laras Koto-Piliang. Laras Bodi-Caniago merupakan sistem demokrasi dimana musyawarah memegang peranan penting, sedangkan laras Koto-Piliang bersifat otokrasi.

6. Religi
Dapat dikatakan bahwa sebagian masyarakat minangkabau menganut agama islam. Tetapi masih ada juga orang-orang yang percaya tentang adanya orang yang dimintai pertolongan untuk merugikan orang lain dengan jalan gaib, misalnya menggangsing yaitu menghantarkan racun melalui udara atau sebagianya.
Pada masyarakat minangkabau juga terdapat upacara-upacara adat seperti: upacara tabuik, upacara kitan, upacara katam mengaji dan upacar memperingati orang mati. Upacara tabuik adalah upacara yang diadakan di daerah pesisir untuk memperingati kematian Hasan dan Husain di Pariaman dan Padang.

7. Modernisasi dan Akulturasi
Pertentangan antara faham lama dan faham baru merupakan suatu proses yang telah lama berlangsung dalam masyarakat minangkabau. Pada era modern ini, golongan baru telah berhasil memodernisasikan sistem sekolah agama yang ada, sehingga sekolah tidak hanya mengajarkan ilmu agama saja tetapi juga ilmu pengetahuan umum lainnya.
Perubahan tersebut mempengaruhi sistem kemasyarakatan minangkabau secara keseluruhan. Hal tersebut berpengaruh terhadap hilangnya gejala endogamy local dalam masyarakat minangkabau. Perkenalan yang lebih mendalam dengan agama Islam menimbulkan suatu kesadaran pada orang minangkabau untuk lebih mementingkan keislamannya daripada keminangkabauannya, sehingga mereka semakin menyadari keganjilan yang ada dalam adat minangkabau misalnya, kedudukan ayah dalam sistem minangkabau tidak tentu, maka islam dengan jeas memberikan kekuasaan pada ayah untuk mengawasi keluarganya.
Kebudayaan barat dan perkembangan pendidikan memperhebat tantangan sistem minangkabau. Karena ingin mendapat pendidikan yang tinggi, orang minangkabau pergi ke kota untuk sekolah. Di sisi lain, orang minangkabau beranggapan bahwa seorang minangkabau yang telah meninggalkan desanya, berarti telah meninggalkan daerah adatnya dan telah terlepas dari tradisinya.

8. Masalah-Masalah Pembangunan
Pembangunan yang berhasil dilaksanakan adalah pembangunan pendidikan. Hal ini dapat dilihat dengan jumlah sekolah yang telah didirikan dan jumlah lulusannya. Kemajuan ini juga mempunyai segi negative, yaitu semakin bertambahnya pengangguran orang terpelajar atau setengah terpelajar. Hal ini disebabkan oleh tiga hal yaitu: pertama, kesempatan mereka untuk bekerja sangat terbatas, kedua, mereka tidak mau kembali k eke desa dan bekerja sebagai petani karena anggapan rendahnya pekerjaan tersebut, ketiga, kebanyakan mereka tidak berani untuk mengambil resiko dalam memulai usaha baru.
Kebudayaan Minangkabau

Tugas Akhir Metode Penelitian Pendidikan

I. JUDUL PENELITIAN
PERANAN LEMBAGA KELUARGA DALAM SOSIALISASI PENDIDIKAN MORAL TERHADAP KENAKALAN REMAJA
(STUDI KASUS DI DESA BALUN KEC. CEPU-KAB.BLORA)

II. LATAR BELAKANG
Dewasa ini masyarakat Indonesia sedang mengalami masa transisi dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern yang bersifat industri. Ikatan keluarga dalam masyarakat tradisional adalah atas dasar faktor kasih sayang dan faktor ekonomis, yang berarti bahwa keluarga merupakan unit yang memproduksi sendiri kebutuhan primernya. Dengan dimulainya industrialisasi pada masyarakat tersebut maka peranan keluarga dalam masyarakat pun akan mengalami perubahan, termasuk pola pendidikan anak. Disorganisasi keluarga tersebut pada umumnya disebabkan oleh keterlambatan masyarakat dalam menyesuaikan diri dengan situasi sosial yang ada tersebut. Salah satu permasalahan sosial yang sering muncul akhir-akhir ini.
Keluarga memiliki peranan penting dalam hal pendidikan bagi anak yang akan menjadi pedoman di setiap proses belajarnya. Keluarga merupakan salah satu agen sosialisasi terkecil di masyarakat. Selain proses sosialisasi, didalam keluarga juga berlangsung suatu proses pembentukan kepribadian dan proses pengasuhan. Latar belakang pada keluarga itu sendiri akan mempengaruhi proses yang terjadi di dalamnya, misalnya: pendidikan orang tua dan tingkat ekonomi yang akan mempengaruhi pemahaman orang tua akan pentingnya pendidikan bagi anaknya sehingga mereka akan memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak-anaknya. Orang tua yang sadar dengan pendidikan tersebut akan mencurahkan perhatiannya untuk mendidik anak agar memperoleh dasar-dasar pola pergaulan hidup yang baik dan benar di masyarakat kelak melalui penanaman disiplin, kebebasan dan penyerasian terhadap nilai-nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.
Dalam keluarga tersebut terjadi proses sosialisasi yang akan menjadi pedoman bagi anak untuk dapat bermasyarakat dengan baik. Apabila proses sosialisasi itu berlangsung dengan baik, maka seorang anak akan tumbuh dengan perilaku yang baik pula di masyarakat, sedangkan sebaliknya maka tidak jarang anak akan berperilaku buruk. Sosialisasai yang tidak sempurna tersebut juga menjadi salah satu faktor penyebab kenakalan remaja.
Peran komunikasi dalam keluarga sangatlah penting sebagai wahana untuk mentransfer nilai-nilai dan sebagai agen transformasi kebudayaan.komunikasi tersebut dapat terjadi secara vertikal dan horizontal. Kedua model interaksi ini berjalan secara bergantian, bisa dari orang tua ke anak atau anak ke orang tua, dari anak ke anak serta interaksi dengan lingkungan yang lebih luas. Komunikasi menyebabkan berbagai konsekuensi hubungan sosial masyarakat yang terdiri dari dua orang atau lebih yang saling berhubungan, sehingga terjadi interaksi di masyarakat.
Orang tua mengemban tugas dan tanggung jawab dalam proses pembentukan kepribadian anak. Proses pembentukan kepribadian anak dapat terjadi dengan menciptakan situasi dan kondisi yang memberikan kesempatan untuk bersikap komunikatif yang baik, kurangnya komunikasi, keintiman, keakraban, keterbukaan dan perhatian dalam keluarga akan menganggu dalam proses pembentukan perilaku anak, terutama setelah anak mencapai usia remaja. Hadirnya orang tua akan tetap dirasakan utuh oleh anak sehingga memungkinkan adanya kebersamaan serta dapat membantu membentuk kepribadian anak terutama membentuk sifat dan sikap yang baik dalam diri anak.
Ketika perhatian orang tua dan pola komunikasi terhadap anAak kurang baik, orang tua sibuk dengan pekerjaan, jarang bercengkrama dengan anak-anak di rumah tentu bagi anak akan merasa kesepian, menjadi pendiam, bingung, cemas, gelisah dan sulit dalam proses pembentukan perilaku anak. Akibatnya sikap perilaku anak lebih cenderung anarkis dan mengarah ke tindakan juvenile deliquency dalam segala hal, terutama dalam pergaulan, bersosialisasi dengan masyarakat dan bahkan menjalin hubungan dengan keluarga.
Kenakalan remaja dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang. Dalam perilaku sosial, masalah sosial terjadi karena penyimpangan perilaku dari berbagai macam nilai dan norma sosial yang ada di masyarakat. Perilaku menyimpang tersebut dianggap sangat membahayakan tegaknya sistem sosial di masyarakat.
Melihat kondisi tersebut apabila didukung oleh lingkungan keluarga
yang kurang kondusif dan sikap komunikatif yang kurang baik akan menjadi
pemicu timbulnya berbagai penyimpangan perilaku dan perbuatan-perbuatan negatif yang melanggar norma-norma di masyarakat, disebut dengan kenakalan remaja.
Untuk mengetahui latar belakang perilaku delinquency, penulis perlu
membedakan perilaku menjadi dua kelompok. Pertama, perilaku menyimpang yang tidak disengaja, maksudnya adalah pelaku kurang memahami norma-norma yang ada di daerahnya dan tidak dikenai sangsi hukum.Kedua, perilaku menyimpang yang disengaja, maksudnya adalah pelaku secara sadar mengetahui tindakan yang di lakukan melanggar aturan-aturan dimana ia hidup dan pelaku dikenai sangsi hukum.
Hal ini disebabkan karena pada dasarnya setiap manusia pasti
mengalami dorongan untuk melanggar pada situasi tertentu, tetapi sebagian
orang tidak menyatakan melakukan penyimpangan perilaku (Behaviour Disorder), sebab mereka dianggap normal, dan dapat menahan diri dari dorongan-dorongan untuk berbuat nakal.
Golongan yang disebut sebagai remaja adalah para gadis berusia 13 sampai 17 tahun dan laki-laki yang berusia 14 sampai 17 tahun yang sudah memiliki kematangan secara seksual sehingga menimbulkan suatu penyimpangan kasuistis .keremajaan tersebut merupakan gejala sosial yang bersifat sementara karena peralihan usia dari anak-anak menuju dewasa yang mengakibatkan mereka untuk mencari identitas dirinya.
Masa remaja merupakan fase awal dimana teman sebaya dan lingkungan sekitar sangat penting bagi remaja, sehingga remaja sangat kuat dan identitas diri mereka mulai terbentuk dengan emosi yang labil. Dalam hal ini peran orang tua sangatlah penting dalam mengawasi anak-anaknya dalam bergaul dan menuntun dalam menjalani hidup. apabila orang tua tidak menjalankan perannya dengan baik, maka remaja-remaja tersebut akan terjerumus dalam tindakan yang sering disebut dngan kenakalan remaja. Dengan demikian, kenakalan remaja dapat diartikan sebagai tindakan yang tidak dapat diterima oleh masyarakat yang dilakukan oleh anak usia remaja yang sedang mencari identitas/ jati diri mereka. Bentuk-bentuk kenakalan tersebut antara lain: kabur dari rumah, membawa senjata tajam,menentang orangtua, perkelahian kelompok remaja antar desa, penyimpangan seksual,dan tidak mentaati peraturan yang ada di daerahnya, bahkan sampai pada perbuatan yang mengarah kepada perbuatan kriminal atau perbuatan yang melanggar hukum seperti; pembunuhan, pencurian, pemerkosaan, seks bebas, dan tindak kekerasan lainnya.
Terungkapnya aksi kekerasan yang dilakukan Geng Nero
mencerminkan dua sisi yang dilematis. Pada satu sisi aksi kekerasan yang
dilakukan remaja terhadap remaja lain yang usianya lebih muda itu akan
berefek domino kekerasan. Pada sisi lain, dan tidak kalah mencemaskannya, mulai muncul aksi-aksi kekerasan sistematis di kalangan remaja. Mudah- mudahan kejadian di Pati menjadi aksi terakhir.
Berdasarkan beberapa fakta di atas maka ditemukan bahwa salah satu faktor yang menimbulkan kenakalan remaja adalah tidak berfungsinya orang tua sebagai figure tauladan serta tidak berfungsinya komunikasi dalam keluarga. Selain itu suasana keluarga yang tidak menyenangkan serta hubungan komunikasi keluarga yang kurang baik dapat menimbulkan efek yang berbahaya bagi anak terutama anak pada usia remaja. Orang tua dari remaja nakal cenderung memiliki aspirasi yang minim mengenai anaknya, menhindari keterlibatan masalah dan kurangnya bimbingan orang tua terhadap anak remaja tersebut.
Faktor lain yang memungkinkan anak bertindak nakal adalah
kurangnya komunikasi yang akrab orang tua dengan anak. Sebagaimana yang dikemukakan oleh W. A. Gerungan sebagai berikut : 63% dari anak yang nakal dalam suatu lembaga pendidikan adalah anak yang berasal dari keluarga tidak utuh. 70% dari anak yang sulit dididik adalah dari keluarga yang tidak teratur, tidak utuh atau mengalami tekanan yang terlampau berat. Dalam hal ini orang tua dituntut untuk mendidik anak-anaknya dengan baik
Dari latar belakang yang telah disebutkan diatas membuat peneliti tertarik untuk mengkaji, mengupas dan mengetahui lebih jauh tentang komunikasi dalam keluarga serta peranan orang tua terhadap pembentukan perilaku anak sehingga peneliti menyusun penelitian yang berjudul “PERANAN LEMBAGA KELUARGA DALAM SOSIALISASI PENDIDIKAN MORAL SEBAGAI UPAYA MINIMALISASI KENAKALAN REMAJA (STUDI KASUS DI DESA BALUN KEC. CEPU-KAB.BLORA)“ini.
III. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka didapatkan suatu rumusan masalah yaitu “Bagaimana peranan keluarga dalam sosialisasi pendidikan moral sebagai upaya minimalisasi kenakalan kemaja di desa Balun Kec. Cepu Kab. Blora” yang dibagi ke dalam beberapa indikator rumusan permasalahan yakni:
1. Apa fungsi dari lembaga keluarga di masyarakat?
2. Bagaimana peranan keluarga di masyarakat desa Balun kecamatan Cepu?
3. Bagaimana pola komunikasi keluarga dalam mensosialisasikan pendidikan moral pada anak di desa Balun kecamatan Cepu?

IV. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan keluarga terhadap kenakalan remaja dengan mengetahui indikator-indikator tentang:
1. Fungsi lembaga keluarga di masyarakat.
2. Peranan keluarga di masyarakat desa Balun kecamatan Cepu.
3. Pola komunikasi keluarga dalam mensosialisasikan pendidikan moral pada anak di desa Balun kecamatan Cepu.

V. Manfaat
a. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi wahana perkembangan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan kenakalan remaja dan menambah pengetahuan dan wawasan serta sebagai wahana latihan penerapan ilmu sosial dalam kehidupan nyata.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi orang tua mengenai tingkat kenakalan remaja di daerahnya sehingga mereka dapat
VI. Landasan Teori
1. Teori-Teori Komunikasi
Teori komunikasi Melvin L. Defleur, dalam bukunya yang berjudul “ Theories of Massa Communication”, ia mengemukakan empat teori yang masing-masing disebut Individual Differences Theory, Social Catagories Theory, Social Relationship Theory dan Cultural Norms Theory. (Ibid, hlm. 123)
a. Individual Differences Theory
Teori ini menyatakan bahwa khalayak yang secara selektif
memperhatikan suatu pesan komunikasi, khususnya apabila bersangkutan
dengan kepentingannya, akan sesuai dengan sikapnya, kepercayaannya, dan
nilai-nilainya. Tanggapan terhadap pesan komunikasi seperti itu akan diubah tataan psikologisnya.
b. Social Categories Theory.
Teori sosial katagoris ini konsisten dan bersumber kepada teori
sosiologi umum mengenai massa. Asumsi dasar dari teori tersebut bahwa
kendatipun masyarakat modern sifatnya heterogen, orang yang mempunyai
sejumlah sifat yang sama akan memiliki pola hidup tradisional yang sama.
Kesamaan orientasi dan perilaku ini akan mempunyai kaitan dengan gejala
yang diakibatkan media massa.
c. Social Relationship Theory.
Menurut teori ini, sebuah pesan komunikasi mula-mula disiarkan melalui media massa kepada sejumlah perorangan yang terang –lengkap (well-informed) dan dinamakan “pemuka pendapat” (opinion leaders). Pesan tersebut diteruskan penyampaiannya melalui saluran antar personal kepada orang-orang yang kurang keterpaan media massa.
d. Cultural Norms Theory.
Teori cultural norms pada hakikatnya merupakan anggapan yang
mendasar bahwa, melalui penyajian yang selektif dari penekanan pada tema
tertentu, media massa menciptakan kesan-kesan pada khalayak bahwa norma-
norma budaya yang sama mengenai topik-topik tertentu dibentuk dengan cara-
cara yang khusus. Ada tiga cara yang potensial mempengaruhi norma-norma
dan batas-batas per-orangan, yaitu :
a) Pesan komunikasi bisa memperkuat pola-pola yang sudah ada (reinforce existing patterns)dan mengarahkan orang-orang untuk percaya bahwa suatu bentuk sosial dipelihara oleh masyarakat.
b) Media massa bisa mengubah norma-norma yang sudah ada (change existing norms)dan karenanya mengubah orang dari bentuk tingkah laku yang satu menjadi tingkah laku yang lain.
c) Media massa bisa menciptakan keyakinan baru (creat new shared conviction) mengenai topik, dengan topic mana khalayak kurang berpengalaman sebelumnya.

2. Peranan (Role)
Peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, dalam melakukan suatu peranan. (soekanto,2009:212)
Peranan yang melekat pada individuharus dibedakan dengan posisi dalam pergaulan kemasyarakatan. Peranan mencakup tiga hal yaitu sebagai berikut:
a) Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat.
b) Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
c) Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi stuktur sosial masyarakat.

3. Teori Fungsionalisme Struktural
Teori ini menekankan pada keteraturan (order) dan mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan sosial yang ada di masyarakat. Menurut teori ini masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri dari bagian-bagian atau elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan. (Ritzer,2003:21)
Teori ini beranggapan bahwa perubahan yang terjadi pada bagian, akan membawa perubahan pula terhadap bagian lain. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap struktur dalam sistem sosial, fungsional terhadap yang lain.
VII. Tinjauan Pustaka
1) Keluarga
Istilah keluarga menurut pendapat dari Horton dan Hunt (1987), umumnya digunakan untuk menunjukkan beberapa pengertian sebagai berikut: (1) suatu kelompok yang memiliki nenek moyang yang sama; (2) suatu kelompok kekekrabatan yang disatukan oleh darah dan perkawinan; (3) pasangan perkawinan dengan atau tanpa anak; (4) pasangan nikah yang mempunyai anak; dan (5) satu orang entah duda atau janda dengan beberapa anak.
Menurut Departemen Kesehatan RI (1998) Keluarga adalah sebuah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
Menurut Salvicion dan Ara Celis (1989) ,keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidupnya dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan.
Secara rinci beberapa fungsi dari keluarga adalah:
• Fungsi pengaturan keturunan
Fungsi ini dimaksudkan bahwa keluarga merupakan suatu sarana untuk menyalurkan hasrat seksual seseorang kepada lawan jenis dalam lingkup yang telah dilindungi oleh suatu hukum yang bertujuan untuk memperoleh keturunan berupa seorang anak. Meskipun sebagian nasyarakat tidak membatasi kehidupan seks pada situasi perkawinan, tetapi semua masyarakat setuju bahwa keluarga akan menjamin suatu proses reproduksi. Karena fungsi reproduksi ini merupakan hakikat untuk kelangsungan hidup manusia dan sebagai dasar kehidupan sosial manusia dan bukan hanya sekadar kebutuhan biologis saja.
• Fungsi Sosialisasi atau Pendidikan
Fungsi ini adalah untuk mendidik anak mulai dari awal sampai pertumbuhan anak hingga terbentuk kepribadiannya. Dalam keluarga, anak-anak mendapatkan segi utama dari kepribadiannya, tingkah lakunya, budi pekertinya, sikapnya, dan reaksi emosionalnya. Jadi dengan kata lain, anak-anak harus belajar norma mengenai apa yang bersifat baik baginya dan norma-norma yang tidak layak dio dalam masyarakat.
• Fungsi Ekonomi atau Unit Produksi
Fungsi ini menjelaskan bahwa keluarga merupakan suatu sarana yang bertugas untuk memenuhi kebutuhan anggota di dalamnya, dimana ada salah satu orang atau lebih yang menjalankan pekerjaan demi mendapatkan imbalan berupa uang. Di sini yang dimaksud adalah seorang ayah atau bapak yang mempunyai tugas untuk memberi nafkah kepada istri dan anak-anak mereka. Di samping itu keluarga merupakan tempat seorang anak untuk bisa memenuhi kebutuhannya dan meminta sesuatu yang ia inginkan untuk dipenuhi oleh sang orang tua. Sesuatu di sini tidak hanya berupa barang tapi dapat juga berupa pendidikan, les privat, asah keterampilan dll.
• Fungsi Pelindung
Fungsi ini adalah bahwa keluarga berfungsi untuk melindungi seluruh anggota keluarga dari nberbagai bahya yang dapat mengancam kelangsungan hidup dan keberadaan suatu keluarga. Seluruh anggota keluarga hendaknya bekerjasama untuk saling melindungi satu sama lain yang pada akhirnya dapat menimbulkan rasa nyaman dan tentram di dalam diri masing-masing anggota keluarga tersebut.
• Fungsi Penentuan Status
Fungsi ini adalah bahwa keluarga akan mewariskan statusnya pada tiap-tiap anggota atau individu sehingga tiap anggota keluarga tersebut dapat mempunyai hak istimewa dan khusus hanya mereka yang memiliki. Hal ini biasanya didapat melalui proses perkawinan. Hak-hak istimewa yang dimaksud adalah misalnya seorang anak yang mendapat gelar kebangsawanan karena merupakan keturunan atau anak dari orang tua yang mempunyai status bangsawan pula.
• Fungsi Pemeliharaan
Fungsi ini adalah bahwa keluarga berkewajiban untuk memelihara anggota keluarga yang sedang sakit, menderita, sengsara, atau sudah berumur tua. Fungsi pemeliharaan ini pada kehidupan masyarakat sifatnya berbeda-beda, akan tetapi sebagian masyarakat membebani keluarga dengan pertanggungjawaban khusus terhadapa anggotanya. Namun fungsi ini dapat luntur apabila salah satu anggota keluarga tersebut sudah tidak dianggap lagi dan dikeluarkan dari lingkup suatu keluarga sehingga masing-masing anggota keluarga merasa sudah tidak ada lagi tanggung jawab untuk memelihara anggota keluarga tersebut.
• Fungsi Afeksi
Fungsi ini adalah bahwa keluarga berkewajiban untuk memberikan rasa kasih sayang kepada tiap-tiap anggota keluarga yang ada di dalamnya agar mereka dapat merasakan hidup sebagai mana mestinya. Kebutuhan dasar seorang manusia adalah kebutuhan akan kasih sayang atau rasa untuk dicintai. Apabila sampai hal ini tidak dipenuhi maka dapat dipastikan bahwa seorang manusia tersebut akan mersa hidup sendiri dan tentunya tidak akan kuat untuk menjalani kehidupan ini. Bahkan, dengan ketiadaan suatu rasa kasih saying atau afeksi akan menggerogoti kemampuan seorang bayi untuk dapat bertahan hidup di dunia.



2) Sosialisasi

Sosialisasi menurut Bloom dapat dilihat dari 2 titik pandang yaitu titik pandang masyarakat dan individu. Dilihat dari titik pandang masyarakat, sosialisasi adalah proses penyelarasan individu baru di masyarakat ke dalam pandangan hidup yang berorganisasi dan mengajarkan mereka tentang tradisi budaya masyarakatnya. Sosialisasi merupakan tindakan mengubah kondisi manusia dari human animal menjadi human being sehingga dapat berfungsi sebagai makhluk sosial dan anggota masyarakat yang sesuai dengan kebudayaan masyarakatnya. Sementara dilihat dari titik pandang individu, sosialisasi adalah proses mengembangkan diri yang diperlukan untuk menumbuhkan kesadaran diri dan membentuk jati diri.
Menurut Peter L. Berger, sosialisasi adalah proses pada seorang anak yang sedang belajar menjadi anggota masyarakat sehingga mereka akan berusaha untuk menyelaraskan diri dengan lingkungan mesyarakat. Secara umum, sosialisasi adalah suatu proses sosial yang terjadi apabila seseorang mencari jati diri mereka sehingga membentuk suatu sikap dan perilaku sesuai dengan perilaku yang ada dalam kelompoknya.
Dalam proses sosialisasi tersebut dapat digunakan metode-metode sebagai berikut:
a. Metode ganjaran dan hukuman (Reward and Punishment) yaitu dengan cara memberikan hukuman bagi tingkah laku anak yang salah, tidak baik, tercela, dan tidak diterima masyarakat, sedangkan tingkah laku yang sebaliknya akan mendapatkan ganjaran /hadiah. Hukuman tersebut dapat berupa hukuman fisik dan hukuman yang berupa sanksi (teguran/pengucilan/pengasingan). Ganjaran/hadiah yang diberikan dapat berupa material maupun non material (pujian, ucapan terima kasih, sanjungan, dan sebagainya). Dengan demikian, proses tersebut akan mengembangkan kesadaran diri pada anak tentang norma-norma sosial yang ada dalam masyarakat.
b. Metode Didactic Teaching yaitu dengan mengajarkan berbagai macam pengetahuan dan keterampilan melalui pemberian informasi maupun penjelasan. Biasanya metode ini digunakan dalam pendidikan formal.
c. Metode Pemberian contoh yaitu dengan pemberian contoh diharapkan terjadinya imitasi (peniruan) tingkah laku dan sifat-sifat orang dewasa oleh anak sehingga secara tidak sadar akan tertanam nilai, norma dan sikap dalam diri anak itu.
3) Kenakalan Remaja
Golongan yang disebut sebagai remaja adalah para gadis berusia 13 sampai 17 tahun dan laki-laki yang berusia 14 sampai 17 tahun yang sudah memiliki kematangan secara seksual sehingga menimbulkan suatu penyimpangan kasuistis .keremajaan tersebut merupakan gejala sosial yang bersifat sementara karena peralihan usia dari anak-anak menuju dewasa yang mengakibatkan mereka untuk mencari identitas dirinya.
a) Bentuk dan aspek kenakalan remaja
Menurut Kartono (2003) bentuk-bentuk perilaku kenakalan remaja dibagi menjadi 4 yaitu:
a. Kenakalan terisolir (delinquency terisolir)
Kelompok ini merupakan jumlah terbesar dari remaja nakal. Pada umumnya mereka tidak menderita kerusakan psikologis. Perbuatan nakal anak didorong oleh fakto-faktor berikut:
1. Keinginan meniru dan ingin conform dengan ganknya, jadi tidak ada motivasi, kecemasan atau konflik batin yang tidak dapat diselesaikan.
2. Kelompok ini kebanyakan berasal dari daerah kota yang tradisional sifatnya dan memeiliki subkultur kriminal. Sejak kecil remaja melihat adanya gank-gank kriminal, sampai kemudian dia ikut bergabung. Remaja merasa diterima, mendapat kedudukan hebat, pengakuan dan prestise tertentu.
3. Pada umunya remaja berasal dari keluarga berantakan (broken home) tidak harmonis, dan mengalami banyak frustasi. Sebagai jalan keluarnya, remaja memuaskan kebutuhan dasarnya ditengah lingkungan kriminal. Gank remaja nakal memberikan alternative hidup yang menyenangkan.
4. Remaja dibesarkan dalam keluarga tanpa atau sedikit sekali mendapatkan supervise dan latihan kedisiplinan yang teratur, sebagai akibatnya dia tidak sanggup menginternalisasikan norma hdup normal. Ringkasnya, deliquen terisolasi itu mereaksi terhadap tekanan dari lingkungan sosial, mereka mencari panutan dan rasa aman dari kelompok ganknya namun pada usia dewasa mayoritas remaja nakal ini meninggalkan perilaku kriminalnya, paling sedikit 60% dari mereka menghentikan perilakunya pada usia 21-23 tahun. Hal ini disebabkan oleh proses pendewasaan dirinya sehingga remaja menyadari adanya tanggung jawab sebagai orang dewasa yang mulai memasuki peran sosial yang baru.
b. Kenakalan Neurotik (Delincuency Neuretic)
Pada umumnya remaja tipe ini menderita gangguan kejiwaan yang cukup serius, antara lain berupa kecemasan, merasa selalu tidak amn, merasa bersalah dan berdosa dan lain sebagainya. Ciri-ciri perilakunya adalah:
1. Perilaku nakalnya bersumber dari sebab sebab sosiologis yang sangat dalam, dan bukan hanya adaptasi pasif menerima norma dan nilai subkultur gank yang kriminal itu saja.
2. Perilaku kriminal remaja merupakan ekspresi dari konflik batin yang belum terselesaikan, karena perilaku jahat remaja merupakan alat pelepas ketakutan, kecemasan dan kebinggunggan batinnya.
3. Biasanya remaja ini melakukan kejahatan seorang diri, dan mempraktekkan jenis kejahatan tertentu, misalnya suka memperkosa kemudian membunuh korbannya, kriminal dan sekaligus neurotik.
4. Remaja nakal ini banyak berasal dari kalangan menengah, namun pada umumnya keluarga mereka mengalami banyak ketegangan emosional yang parah, dan orang tuanya biasanya juga neurotic atau psikotik.
5. Remaja memiliki ego yang lemah, sehingga cenderung menutup diri dari lingkungannya.
6. Motif kejahatan berbeda-beda.
7. Perilakunya menunjukkan kualitas kompulsif (paksaan).
c. Kenakalan Psikotik (Delicuency Psikopatic)
Delinkuenci ini sedikit jumlahnya, akan tetapi dilihat dari kepentingan umum dan segi keamanan, mereka merupakan oknum kriminal yang paling berbahaya. Ciri tingkah laku kenakalan ini adalah:
1. Hampir seluruh remaja ini berasal dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang ekstrim, brutal, diliputi banyak pertikaian keluarga, berdisiplin keras, sehingga mereka tidak mampu mempunyai kapasitas untuk menumbuhkan afeksi dan tidak mampu menjalin hubungan emosional yang baik dengan orang lain.
2. Tidak mampu menyadari arti bersalah, berdosa, atau melakukan pelanggaran.
3. Bentuk kejahatannya majemuk, tergantung pada suasana hatinya yang kacau dan tidak dapat diduga.
4. Psikopat merupakan bentuk kekalutan mental dengan karakteristik sebagai berikut: (1) tidak memiliki pengorganisasian diri dan integrasi diri, (2) tidak pernah bertanggung jawab secara moral dan selalu berkonflik dengan norma sosial dan hukum, (3) egoistis, antisocial dan selalu menentang apa dan siapapun, (3) sikapnya kasar dan sadis terhadap siapapun tanpa sebab.
d. Kenakalan defek moral (Delinkuency Defek Moral)
Defek (defect, defectus) artinya rusak, tidak lengkap, salh, cidera, cacat, kurang. Delikuensi defek moral mempunyai ciri-ciri: selalu melakukan tindakan anti sosial, walaupun pada dirinya tidak terdapat penyimpangan, namun disfungsi pada intelegensinya. Remaja yang defek moralnya biasanya menjadi penjahat yang sulit diperbaiki. Kebanyakan dari mereka melakukan kejahatan karena didorong oleh naluri rendah, impuls, dan kebiasaan primitif.

b) Jenis-jenis kenakalan remaja
Ditinjau dari sudut pandang pelaku Juvenile Delinquency (kenakalan remaja), Ernert R. Hilgard dalam bukunya “Introduction to Psychology”mengelompokkan Delinkensi Remaja menjadi 2 golongan:
a. Social Delinquency yaitu kenakalan yang dilakukan sekelompok remaja, misalnya “gang”
b. Individual Delinquency yaitu kenakalan yang dilakukan oleh seorang remaja sendiri tanpa teman.
Ditinjau dari sudut pandang perbuatan delinkensi remaja, dari beberapa sumber yang dapat dirumuskan beberapa jenis perbuatan delinquent, yaitu:
a. Pengrusakan dengan kasar dan kejam (vandalism).
b. Sering membolos sekolah dan berkeliaran mengganggu keamanan masyarakat sekitarnya serta terkadang melakukan perbuatan kurang ajar terhadap guru dan orang tua.
c. Penggunaan obat-obat perangsang, narkotika, alat kontrasepsi dan minuman beralkohol.
d. Peredaran foto-foto, cerita, dan film cabul.
e. Ngebut dan melakukan perkelahian kelompok.
f. Mencuri, menganiaya, dan mengganggu gadis-gadis.
Mussen dkk (1994), mengungkapkan bahwa kenakalan remaja sebagai
perilaku yang melanggar hukum atau kejahatan yang dilakukan oleh anak
remaja yang berusia 16-18 tahun, jika perbuatan ini dilakukan oleh orang
dewasa maka akan mendapat sangsi hukum.1 Kenakalan-kenakalan yang
dilakukan oleh remaja di desa Balun usia 16–18 tahun sangat beragam mulai dari perbuatan amoral dan anti sosial. Beberapa tindak kenakalan remaja usia 16-18 dan bentuk-bentuk kenakalan tersebut antara lain : kabur dari rumah, menentang orang tua, perkelahian kelompok remaja antar desa, penyimpangan seksual, dan tidak mentaati peraturan yang ada di daerahnya, bahkan sampai pada perbuatan yang mengarah kepada perbuatan kriminal atau perbuatan yang melanggar hukum seperti; pembunuhan, pencurian, pemerkosaan, seks bebas, dan tindak kekerasan lainnya.


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Dasar Penelitian
Dasar yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunaakan metode penelitian kualitatif. Menurut Bodygan dan Taylor metode penelitian kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. (Moleong,2004:3).
Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah berbentuk kata-kata lisan, yang mencakup laporan dan foto. Penelitian kualitatif ini tidakbertujuan menguji atau membuktikan suatu teori, tetapi teori yang ada dikembangkan dengan menggunakan data-data yang dikumpulkan. Penelitian berupa deskriptif ini diharapkan hasil penelitiannya mampu memberikan gambaran riil mengenai kondisi di lapangan tidak hanya berupa sajian data.
3.2 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang di ambil dalam penelitian ini adalah desa Balun, Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora. Hal ini dikarenakan di lokasi tersebut sering terjadi tindakan kenakalan remaja yang telah mengganggu masyarakat yang ada di sekitarnya.
3.3 Fokus Penelitian
Fokus penelitian yang diambil dalam penelitian ini adalah pelaksanaan komunikasi dan peranan dalam keluarga. Dimana difokuskan pada pelaksanaan komunikasi antara anak dengan orang tua ataupun sebaliknya serta penerapan fungsi keluarga yang ada dalam kehidupan masyarakat dimana kedua hal tersebut akan membentuk kepribadian anak di usia remaja. Dalam hal pelaksanaan komunikasi peneliti menekankan pada kelangsungan komunikasi di antara keluarga serta hal yang menghambat kelangsungan komunikasi tersebut. Sedangkan pada penerapan fungsi keluarga peneliti menekankan pada sejauh mana fungsi keluarga telah diterapkan dalam masyarakat di desa Balun dan keberhasilan pembentukan kepribadian anak pada masyarakat tersebut.
3.4 Sumber Data
Sumber data yang utama dalam penelitian kualitatif adalah kata dan tindakan yang selebihnya adalah kata tambahan seperti dokumen dan lain-lain. (Moleong,2004:112).
Data dalam penelitian ini diperoleh dari
1) Infoman
Informan adalah orang yang memberikan informasi guna memecahkan masalah yang diajukan. Dalam penelitian ini informan utamanya adalah para orang tua dari anak yang berusia remaja dan para remaja yang ada di lokasi penelitian. Sedang informan pendukungnya adalah masyarakat desa Balun, kecamatan Cepu, kabupaten Blora.
2) Dokumen
Dokumen adalah setiap bahan tertulis atau sumber data penelitian yang diperoleh dengan cara membaca buku-buku, majalah dan surat kabar yang digunakan untuk mengembangkan data yang telah didapatkan di lapangan.


3.5 Metode Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data untuk penelitian ini, peneliti menggunakan metode sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi adalah penelitian yang dilakukan dengan cara pengamatan langsung ke lokasi penelitian. Hal ini dilakukan untuk memperoleh keyakinan dan keabsahan data dan mencari kebenaran yang terjadi di lapangan. Di sini peneliti mengamati pola komunikasi dan penerapan peranan keluarga yang ada di desa Balun kecamatan Cepu kabupaten Blora.

b. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan ini dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan pihak yang diwawancarai yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2004:135). Maksud mengadakan wawancara adalah untuk merekonstruksi mengenai orang, kejadian, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian, dan lain-lain. Jenis wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara terbuka dan wawancara mendalam.

Wawancara terbuka akan dilakukan secara terbuka, akrab dan penuh suasana kekeluargaan. Dalam pelaksanaan ini peneliti akan menemui informan secara langsung sesuai dengan tempat dan waktu yang telah disepakati . sedangkan wawancara mendalam yaitu di dalam wawancara terdapat percakapan antara pewawancara dan yang diwawancarai yang akan dilaksanakan dalam suasana yang santai, kurang formal dan tidak disediakan jawaban oleh pewawancara. Wawancara dimaksudkan untuk memperoleh informasi yang bersifat mendalam terhadap masalah yang diajukan.

c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah pengumpulan data dari setiap bahan tertulis atau sumber data penelitian yang diperoleh dengan cara membaca buku-buku, majalah dan surat kabar yang digunakan untuk mengembangkan data yang telah didapatkan di lapangan. Dokumen ini dapat digunakan sebagai sumber data yang dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan data yang telah diperoleh.













DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian ( Suatu Pendekatan Praktek). Jakarta: Rineka Cipta.
Ihromi, T.O. 1999. Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Moleong, J. Lexy. 1994. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Narwoko, Dwi J. dan Suyanto, Bagong. 2006. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Rahayu, Iin Tri dan Tristiadi Ardi Ardani. 2004. Observasi Dan Wawancara. Malang: Bayumedia.
Soekanto, Soerjono. 2004. Sosiologi Keluarga, Tentang Ikhwal Keluarga, Remaja, dan Anak. Jakarta: Rineka Cipta.
Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajagrafindo.







LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1
Pedoman Wawancara
I. Judul : POLA KOMUNIKASI DAN PERANAN LEMBAGA KELUARGA TERHADAP KENAKALAN REMAJA (STUDI KASUS DI DESA BALUN KEC. CEPU-KAB.BLORA)
Permasalahan : Bagaimana Pengaruh Pola Komunikasi dan Peranan Keluarga Terhadap Kenakalan Remaja di desa Balun Kec. Cepu Kab. Blora
II. Identitas Subyek
Nama :
Tempat /tgl. Lahir :
Pekerjaan :
Umur :
Alamat :
III. Daftar Pertanyaan Pada orang tua anak yang berusia remaja
1. Apakah pekerjaan anda sehari-hari?
2. Berapa lama anda menikah?
3. Berapa jumlah anggota keluarga anda?
4. Dimana keluarga anda tinggal, di rumah sendiri atau rumah orang tua?
5. Berapa umur anak anda?
6. Pernahkah ada masalah yang terjadi dalam keluarga anda yang bersangkutan dengan anak-anak anda?
7. Biasanya bagaimana anda menghadapi anak-anak yang memasuki usia remaja?
8. Pernahkah terjadi miskomunikasi di antara anda dengan anggota keluarga yang lain?
9. Apa yang anda ketahui tentang fungsi keluarga?
10. Apakah anda sudah melaksanakan fungsi tersebut?
11. Bagaimana pendapat anda tentang tindak kenakalan yang dilakukan oleh anak remaja?
12. Menurut anda bagaimana cara mencegah atau mengatasi tindakan kenakalan remaja tersebut?











Lampiran 2
Pedoman Wawancara
I. Identitas Informan
Nama :
Tempat /tgl. Lahir :
Pekerjaan/Pendidikan :
Umur :
Alamat :

II. Daftar Pertanyaan
1. Apakah anda penduduk asli di sini?
2. Sudah berapa lama anda tinggal di sini?
3. Pernahkan anda menemui tindak kenakalan yang dilakukan oleh remaja di desa ini?
4. Bagaimana pendapat anda tentang pelaku tindakan tersebut?
5. Menurut anda hal apa yang bisa dilakukan untuk menghentikan hal tersebut?




Lampiran 3
Pedoman Wawancara
I. Identitas Informan
Nama :
Tempat /tgl. Lahir :
Pekerjaan/Pendidikan :
Umur :
Alamat :

II. Daftar Pertanyaan bagi anak usia remaja di lokasi tersebut
1. Berapa usia anda saat ini?
2. Bagaimana hubungan anda dengan orang tua anda?
3. Pernahkah terjadi masalah di antara anda dan orang tua anda?
4. Pernahkah anda melakukan tindakan yang termasuk dalam kenakalan remaja?
5. Menurut anda benarkah tindakan yang anda lakukan itu?
6. Mengapa anda melakukan hal tersebut?




Lampiran 4
Pedoman Observasi
Gambaran Umum wilayah
Nama :
Kec./Kab. :
Luas Wilayah :
Jumlah Penduduk :
Jenis Pekerjaan :
Ratio Jenis Kelamin :

Masalah Terkait Penelitian
1. Interaksi antar penduduk

2. Kegiatan sehari-hari penduduk

3. Pola pengasuhan anak

4. Hubungan komunikasi di antara keluarga
Tugas Akhir Metode Penelitian Pendidikan