Selasa, 29 November 2011

Kebudayaan Minangkabau

1. Identifikasi
Daerah asal kebudayaan minangkabau kira-kira seluas daerah propinsi sumatera barat sekarang ini dengan dikurangi derah kepulauan mentawai. Dalam pangdangan orang minangkabau daerah ini dibagi menjadi bagian-bagian khusus yang menyatakan pertentangan antara darek (daratan) dan pasisie (pesisir) atau rantau. Daerah darat dianggap sebagai daerah asal dan daerah utama dari pemangku kebudayaan minangkabau. Secara tradisionel, daerah darat dibagi menjadi tiga luhak (kabupaten) yaitu tanah data(r), agam dan limopulueh koto, kadang-kadang ditambah dengan solok.
Umumnya orang minangkabau mencoba menghubungkan keturunan mereka dgn suatu tempat tertentu yaitu Par(h)iangan, Padang Panjang. Pendukung kebudayaan minangkabau tersebar di beberapa tempat di sumatera dan di Malaya.
Penyebaran orang minangkabau jauh dari daerah asalnya disebabkan oleh adanya dorongan pada diri mereka untuk merantau yang disbabkan oleh dua hal yaitu pertama karena keinginan mereka untuk mendapatkan kekayaan tanpa mempergunakan tanah-tanah yang telah ada. Kedua, ialah karena adanya perselisihan yang menyebabkan bahwa orang yang merasa dikalahkan akan meninggalkan kampung dan keluarga untuk menetap di tempat lain.
Orang minangkabau menggunakan sutu bahasa yang sama yang disebut bahasa minangkabau, sebuah bahasa yang erat berhubungan dengan bahasa melayu.
Sistem kekeluargaan yang dianut oleh masyarakat minangkabau adalah sistem kekeluargaan yang matrilineal. Hal ini merupakan salah satu unsure yang member identitas terhadap kebudayaan minangkabau.

2. Bentuk desa
Desa yang disebut sebagai nagari dalam bahasa minangkabau terdiri atas dua bagian utama, yaitu daerah nagari dan daerah taratak. Nagari adalah daerah kediaman utama dan dianggap pusat bagi sebuah desa, sedangkan taratak dianggap sebagai daerah sebagai daerah hutan dan ladang. Daerah nagari dalam sebuah desa biasanya ditentukan oleh adanya sebuah masjid, balai adat, dan tempat untuk pasar sekali atau dua kali seminggu.
Rumah adat di minangkabau disebut dengan rumah gadang. Rumah adat di minangkabau adalah rumah-rumah panggung, karena lantainya terletak jauh di atas tanah. Bentuk rumah gadang memanjang dan biasanya didasarkan dengan perhitungan ruang yang terdapat dalam rumah itu. Sebuah rumah gadang terdiri dari jumlah ruang dalam bilangan yang ganjil mulai dari tiga,biasanya adalah tujuh ruangan. Rumah gadang tersebut dibagi menjadi beberapa ruangyang disebut dengan didieh. Sebuh rumah gadang biasanya terdiri dari tiga didieh. Satu didieh digunakan sebagai biliek (ruang tidur), yaitu dengan dibatasi oleh 4 dinding. Di sini anggota perempuan dari keluarga-luas minangkabau menerima suaminya. Ini adalah tempat mereka yang khusus dan bersifat pribadi. Didieh kedua merupakan bagian terbuka dari sebuah rumah gadang, dimana diterima tamu dan diadakan pesta-pesta.
Sebuah rumah gadang terkadang juga memiliki sebuah anjueng (anjung) yang merupakan bagian yg ditambahkan pada ujungnya dan biasanya dianggap sebagai tempat kehormatan. Rumah gadang dgn anjueng seringkali dimiliki oleh suatu keluarga yg dianggap sebagai keturunan penduduk asli dari sebuah desa.
Sebuah rumah gadang biasanya hanya memiliki sebuah pintu yg terletak pd bagian yang ruang di tengah-tengah. Rumah gadang ditopang oleh tonggak kayu yang setiap didiehnya dibatasi oleh 4 tonggak. Dengan demikian sebuah rumah gadang dengan tujuh ruang akan mempunyai 32 tonggak. Antara lantai dan atap terdapat pagu, semacam loteng yg digunakan untuk menyimpan barang-barang. Atap dari sebuah rumah gadang menyebabkan sebuah rumah gadang kelihatan seperti perahu. Atap rumah gadang tersebut biasanya dari ijuk.

3. Mata Pencaharian
Sebagan besar masyarakat minangkabau hidup dari tanah. Mereka yang tinggal di daerah yang subur hidup dari hasil pertanian. Di samping dari pertanian, penduduk yang tinggal di pinggir laut/ danau hidup dari hasil penangkapan ikan, tapi bagi mereka itu hanya pekerjaan sampingan saja.
Namun banyak orang minangkabau yang meninggalkan sector pertanian karena tak ada tanah pertanian yang memberikan hasil yang cukup, ada juga yang disebabkan karena kesadaran mereka bahwa dengan pertanian mereka tak mungkin bisa menjadi kaya. Orang-orang semacam ini biasanya lari ke sector perdagangan.
Selain dari pertanian ada juga yang hidup dari erajinan tangan. Diantaranya adalah kerajinan perak bakar di Koto Gadang- Bukit Tinggi dan pembuatan kain songket dari Silungkang-Sawah Lunto.

4. Sistem Kekerabatan
Garis keturunan minangkabau diperhitungkan menurut garis matrilineal. Kesatuan keluarga yang terkecil adalah paruik (perut). Dalam sebagian masyarakat minangkabau, ada kesatuan kampueng yang memisahkan paruik dengan suku sebagai kesatuan kekerabatan. Paruik dapat dikatakan sebagai kesatuan kekerabatan yang bersifat genealogis.
Kepentingan suatu keluarga diurus oleh seorang laki-laki dewasa dari keluarga itu yang bertindak sebagai niniek mamak bagi keluarga itu. Istilah mamak berarti saudara laki-laki ibu. Tanggung jawab untuk memperhatikan kepentingan sebuah keluarga terletak pada pundak seorang atau beberapa orang mamak.
Suku dalam kekerabatan minangkabau menyerupai satu klen matrilineal dan jodoh harus dipilihkan dari luar suku. Sebuah suku dipimpin oleh seorang penghulu suku, sedangkan sebuah kampueng dipimpin oleh seorang penghulu andiko(datuek kampueng).
Perkawinan dalam masyarakat minangkabau sebenarnya tidak mengenal mas kawin, tetapi yang penting dalam masyarakat minangkabau adalah pertukaran benda lambang antara dua keluarga yang bersangkutan berupa cincin ataupun keris. Di beberapa daerah, keluarga pengantin perempuan memberi kepada keluarga laki-laki sejumlah uang atau barang sebagai alat untuk menjemputnya agar mengawini perempuan tersebut yang disebut dengan uang jemputan. Pola menetap sesudah menikah pada masyarakat minangkabau adalah uxorilokal.


5. Sistem Kemasyarakatan
Sebuah suku selain mempunyai seorang panghulu suku, juga mempunyai seorang dubalang dan manti. Dubalang bertugas menjaga keamanan sebuah suku, sedangkan manti berhubungan dengan tugas-tugas keamanan.
Menurut konsepsi orang minangkabau, perbedaan lapisan sosial dinyatakan dengan istilah-istilah sebagai berikut:
a. Kamanakan tali pariuk adalah keturunan langsung dari suatu keluarga orang asal.
b. Kamanakan tali budi adalah keluarga pendatang yang karena kedudukan mereka di tempat asalnya juga tinggi dan mereka juga memiliki tanah yang luas di tempat baru itu, sehingga kedudukan mereka dianggap sederajat dengan orang asal.
c. Kamanakan tali ameh adalah pendatang baru yang mencari hubungan keluarga dengan keluarga orang asal, tetapi kehidupan mereka tidak bergantung pada orang asal tersebut.
d. Kamanakan bawah lutuik adalah mereka yang benar-benar tidak mempunyai apa-apa dan hidup dari membantu rumah tangga orang asal.

Mengenai pola kepeminpinan dapat dikatakan bahwa dalam masyarakat minangkabau pola kekeuasaan pada hakekatnya tidak ada. Seorang panghulu suku atau penghulu andiko juga tidak mempunyai kekuasaan yang nyata.
Secara adat, sistem pemerintahan di minangkabau dibedakan dalam dua sistem, pertama laras Bodi-Caniago dan laras Koto-Piliang. Laras Bodi-Caniago merupakan sistem demokrasi dimana musyawarah memegang peranan penting, sedangkan laras Koto-Piliang bersifat otokrasi.

6. Religi
Dapat dikatakan bahwa sebagian masyarakat minangkabau menganut agama islam. Tetapi masih ada juga orang-orang yang percaya tentang adanya orang yang dimintai pertolongan untuk merugikan orang lain dengan jalan gaib, misalnya menggangsing yaitu menghantarkan racun melalui udara atau sebagianya.
Pada masyarakat minangkabau juga terdapat upacara-upacara adat seperti: upacara tabuik, upacara kitan, upacara katam mengaji dan upacar memperingati orang mati. Upacara tabuik adalah upacara yang diadakan di daerah pesisir untuk memperingati kematian Hasan dan Husain di Pariaman dan Padang.

7. Modernisasi dan Akulturasi
Pertentangan antara faham lama dan faham baru merupakan suatu proses yang telah lama berlangsung dalam masyarakat minangkabau. Pada era modern ini, golongan baru telah berhasil memodernisasikan sistem sekolah agama yang ada, sehingga sekolah tidak hanya mengajarkan ilmu agama saja tetapi juga ilmu pengetahuan umum lainnya.
Perubahan tersebut mempengaruhi sistem kemasyarakatan minangkabau secara keseluruhan. Hal tersebut berpengaruh terhadap hilangnya gejala endogamy local dalam masyarakat minangkabau. Perkenalan yang lebih mendalam dengan agama Islam menimbulkan suatu kesadaran pada orang minangkabau untuk lebih mementingkan keislamannya daripada keminangkabauannya, sehingga mereka semakin menyadari keganjilan yang ada dalam adat minangkabau misalnya, kedudukan ayah dalam sistem minangkabau tidak tentu, maka islam dengan jeas memberikan kekuasaan pada ayah untuk mengawasi keluarganya.
Kebudayaan barat dan perkembangan pendidikan memperhebat tantangan sistem minangkabau. Karena ingin mendapat pendidikan yang tinggi, orang minangkabau pergi ke kota untuk sekolah. Di sisi lain, orang minangkabau beranggapan bahwa seorang minangkabau yang telah meninggalkan desanya, berarti telah meninggalkan daerah adatnya dan telah terlepas dari tradisinya.

8. Masalah-Masalah Pembangunan
Pembangunan yang berhasil dilaksanakan adalah pembangunan pendidikan. Hal ini dapat dilihat dengan jumlah sekolah yang telah didirikan dan jumlah lulusannya. Kemajuan ini juga mempunyai segi negative, yaitu semakin bertambahnya pengangguran orang terpelajar atau setengah terpelajar. Hal ini disebabkan oleh tiga hal yaitu: pertama, kesempatan mereka untuk bekerja sangat terbatas, kedua, mereka tidak mau kembali k eke desa dan bekerja sebagai petani karena anggapan rendahnya pekerjaan tersebut, ketiga, kebanyakan mereka tidak berani untuk mengambil resiko dalam memulai usaha baru.

1 komentar:

  1. .dengan artikel ini..kita lebih menambah pengetahuan mengenai budaya minangkabau...bagus..

    BalasHapus