I. JUDUL PENELITIAN
PERANAN LEMBAGA KELUARGA DALAM SOSIALISASI PENDIDIKAN MORAL TERHADAP KENAKALAN REMAJA
(STUDI KASUS DI DESA BALUN KEC. CEPU-KAB.BLORA)
II. LATAR BELAKANG
Dewasa ini masyarakat Indonesia sedang mengalami masa transisi dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern yang bersifat industri. Ikatan keluarga dalam masyarakat tradisional adalah atas dasar faktor kasih sayang dan faktor ekonomis, yang berarti bahwa keluarga merupakan unit yang memproduksi sendiri kebutuhan primernya. Dengan dimulainya industrialisasi pada masyarakat tersebut maka peranan keluarga dalam masyarakat pun akan mengalami perubahan, termasuk pola pendidikan anak. Disorganisasi keluarga tersebut pada umumnya disebabkan oleh keterlambatan masyarakat dalam menyesuaikan diri dengan situasi sosial yang ada tersebut. Salah satu permasalahan sosial yang sering muncul akhir-akhir ini.
Keluarga memiliki peranan penting dalam hal pendidikan bagi anak yang akan menjadi pedoman di setiap proses belajarnya. Keluarga merupakan salah satu agen sosialisasi terkecil di masyarakat. Selain proses sosialisasi, didalam keluarga juga berlangsung suatu proses pembentukan kepribadian dan proses pengasuhan. Latar belakang pada keluarga itu sendiri akan mempengaruhi proses yang terjadi di dalamnya, misalnya: pendidikan orang tua dan tingkat ekonomi yang akan mempengaruhi pemahaman orang tua akan pentingnya pendidikan bagi anaknya sehingga mereka akan memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak-anaknya. Orang tua yang sadar dengan pendidikan tersebut akan mencurahkan perhatiannya untuk mendidik anak agar memperoleh dasar-dasar pola pergaulan hidup yang baik dan benar di masyarakat kelak melalui penanaman disiplin, kebebasan dan penyerasian terhadap nilai-nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.
Dalam keluarga tersebut terjadi proses sosialisasi yang akan menjadi pedoman bagi anak untuk dapat bermasyarakat dengan baik. Apabila proses sosialisasi itu berlangsung dengan baik, maka seorang anak akan tumbuh dengan perilaku yang baik pula di masyarakat, sedangkan sebaliknya maka tidak jarang anak akan berperilaku buruk. Sosialisasai yang tidak sempurna tersebut juga menjadi salah satu faktor penyebab kenakalan remaja.
Peran komunikasi dalam keluarga sangatlah penting sebagai wahana untuk mentransfer nilai-nilai dan sebagai agen transformasi kebudayaan.komunikasi tersebut dapat terjadi secara vertikal dan horizontal. Kedua model interaksi ini berjalan secara bergantian, bisa dari orang tua ke anak atau anak ke orang tua, dari anak ke anak serta interaksi dengan lingkungan yang lebih luas. Komunikasi menyebabkan berbagai konsekuensi hubungan sosial masyarakat yang terdiri dari dua orang atau lebih yang saling berhubungan, sehingga terjadi interaksi di masyarakat.
Orang tua mengemban tugas dan tanggung jawab dalam proses pembentukan kepribadian anak. Proses pembentukan kepribadian anak dapat terjadi dengan menciptakan situasi dan kondisi yang memberikan kesempatan untuk bersikap komunikatif yang baik, kurangnya komunikasi, keintiman, keakraban, keterbukaan dan perhatian dalam keluarga akan menganggu dalam proses pembentukan perilaku anak, terutama setelah anak mencapai usia remaja. Hadirnya orang tua akan tetap dirasakan utuh oleh anak sehingga memungkinkan adanya kebersamaan serta dapat membantu membentuk kepribadian anak terutama membentuk sifat dan sikap yang baik dalam diri anak.
Ketika perhatian orang tua dan pola komunikasi terhadap anAak kurang baik, orang tua sibuk dengan pekerjaan, jarang bercengkrama dengan anak-anak di rumah tentu bagi anak akan merasa kesepian, menjadi pendiam, bingung, cemas, gelisah dan sulit dalam proses pembentukan perilaku anak. Akibatnya sikap perilaku anak lebih cenderung anarkis dan mengarah ke tindakan juvenile deliquency dalam segala hal, terutama dalam pergaulan, bersosialisasi dengan masyarakat dan bahkan menjalin hubungan dengan keluarga.
Kenakalan remaja dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang. Dalam perilaku sosial, masalah sosial terjadi karena penyimpangan perilaku dari berbagai macam nilai dan norma sosial yang ada di masyarakat. Perilaku menyimpang tersebut dianggap sangat membahayakan tegaknya sistem sosial di masyarakat.
Melihat kondisi tersebut apabila didukung oleh lingkungan keluarga
yang kurang kondusif dan sikap komunikatif yang kurang baik akan menjadi
pemicu timbulnya berbagai penyimpangan perilaku dan perbuatan-perbuatan negatif yang melanggar norma-norma di masyarakat, disebut dengan kenakalan remaja.
Untuk mengetahui latar belakang perilaku delinquency, penulis perlu
membedakan perilaku menjadi dua kelompok. Pertama, perilaku menyimpang yang tidak disengaja, maksudnya adalah pelaku kurang memahami norma-norma yang ada di daerahnya dan tidak dikenai sangsi hukum.Kedua, perilaku menyimpang yang disengaja, maksudnya adalah pelaku secara sadar mengetahui tindakan yang di lakukan melanggar aturan-aturan dimana ia hidup dan pelaku dikenai sangsi hukum.
Hal ini disebabkan karena pada dasarnya setiap manusia pasti
mengalami dorongan untuk melanggar pada situasi tertentu, tetapi sebagian
orang tidak menyatakan melakukan penyimpangan perilaku (Behaviour Disorder), sebab mereka dianggap normal, dan dapat menahan diri dari dorongan-dorongan untuk berbuat nakal.
Golongan yang disebut sebagai remaja adalah para gadis berusia 13 sampai 17 tahun dan laki-laki yang berusia 14 sampai 17 tahun yang sudah memiliki kematangan secara seksual sehingga menimbulkan suatu penyimpangan kasuistis .keremajaan tersebut merupakan gejala sosial yang bersifat sementara karena peralihan usia dari anak-anak menuju dewasa yang mengakibatkan mereka untuk mencari identitas dirinya.
Masa remaja merupakan fase awal dimana teman sebaya dan lingkungan sekitar sangat penting bagi remaja, sehingga remaja sangat kuat dan identitas diri mereka mulai terbentuk dengan emosi yang labil. Dalam hal ini peran orang tua sangatlah penting dalam mengawasi anak-anaknya dalam bergaul dan menuntun dalam menjalani hidup. apabila orang tua tidak menjalankan perannya dengan baik, maka remaja-remaja tersebut akan terjerumus dalam tindakan yang sering disebut dngan kenakalan remaja. Dengan demikian, kenakalan remaja dapat diartikan sebagai tindakan yang tidak dapat diterima oleh masyarakat yang dilakukan oleh anak usia remaja yang sedang mencari identitas/ jati diri mereka. Bentuk-bentuk kenakalan tersebut antara lain: kabur dari rumah, membawa senjata tajam,menentang orangtua, perkelahian kelompok remaja antar desa, penyimpangan seksual,dan tidak mentaati peraturan yang ada di daerahnya, bahkan sampai pada perbuatan yang mengarah kepada perbuatan kriminal atau perbuatan yang melanggar hukum seperti; pembunuhan, pencurian, pemerkosaan, seks bebas, dan tindak kekerasan lainnya.
Terungkapnya aksi kekerasan yang dilakukan Geng Nero
mencerminkan dua sisi yang dilematis. Pada satu sisi aksi kekerasan yang
dilakukan remaja terhadap remaja lain yang usianya lebih muda itu akan
berefek domino kekerasan. Pada sisi lain, dan tidak kalah mencemaskannya, mulai muncul aksi-aksi kekerasan sistematis di kalangan remaja. Mudah- mudahan kejadian di Pati menjadi aksi terakhir.
Berdasarkan beberapa fakta di atas maka ditemukan bahwa salah satu faktor yang menimbulkan kenakalan remaja adalah tidak berfungsinya orang tua sebagai figure tauladan serta tidak berfungsinya komunikasi dalam keluarga. Selain itu suasana keluarga yang tidak menyenangkan serta hubungan komunikasi keluarga yang kurang baik dapat menimbulkan efek yang berbahaya bagi anak terutama anak pada usia remaja. Orang tua dari remaja nakal cenderung memiliki aspirasi yang minim mengenai anaknya, menhindari keterlibatan masalah dan kurangnya bimbingan orang tua terhadap anak remaja tersebut.
Faktor lain yang memungkinkan anak bertindak nakal adalah
kurangnya komunikasi yang akrab orang tua dengan anak. Sebagaimana yang dikemukakan oleh W. A. Gerungan sebagai berikut : 63% dari anak yang nakal dalam suatu lembaga pendidikan adalah anak yang berasal dari keluarga tidak utuh. 70% dari anak yang sulit dididik adalah dari keluarga yang tidak teratur, tidak utuh atau mengalami tekanan yang terlampau berat. Dalam hal ini orang tua dituntut untuk mendidik anak-anaknya dengan baik
Dari latar belakang yang telah disebutkan diatas membuat peneliti tertarik untuk mengkaji, mengupas dan mengetahui lebih jauh tentang komunikasi dalam keluarga serta peranan orang tua terhadap pembentukan perilaku anak sehingga peneliti menyusun penelitian yang berjudul “PERANAN LEMBAGA KELUARGA DALAM SOSIALISASI PENDIDIKAN MORAL SEBAGAI UPAYA MINIMALISASI KENAKALAN REMAJA (STUDI KASUS DI DESA BALUN KEC. CEPU-KAB.BLORA)“ini.
III. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka didapatkan suatu rumusan masalah yaitu “Bagaimana peranan keluarga dalam sosialisasi pendidikan moral sebagai upaya minimalisasi kenakalan kemaja di desa Balun Kec. Cepu Kab. Blora” yang dibagi ke dalam beberapa indikator rumusan permasalahan yakni:
1. Apa fungsi dari lembaga keluarga di masyarakat?
2. Bagaimana peranan keluarga di masyarakat desa Balun kecamatan Cepu?
3. Bagaimana pola komunikasi keluarga dalam mensosialisasikan pendidikan moral pada anak di desa Balun kecamatan Cepu?
IV. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan keluarga terhadap kenakalan remaja dengan mengetahui indikator-indikator tentang:
1. Fungsi lembaga keluarga di masyarakat.
2. Peranan keluarga di masyarakat desa Balun kecamatan Cepu.
3. Pola komunikasi keluarga dalam mensosialisasikan pendidikan moral pada anak di desa Balun kecamatan Cepu.
V. Manfaat
a. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi wahana perkembangan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan kenakalan remaja dan menambah pengetahuan dan wawasan serta sebagai wahana latihan penerapan ilmu sosial dalam kehidupan nyata.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi orang tua mengenai tingkat kenakalan remaja di daerahnya sehingga mereka dapat
VI. Landasan Teori
1. Teori-Teori Komunikasi
Teori komunikasi Melvin L. Defleur, dalam bukunya yang berjudul “ Theories of Massa Communication”, ia mengemukakan empat teori yang masing-masing disebut Individual Differences Theory, Social Catagories Theory, Social Relationship Theory dan Cultural Norms Theory. (Ibid, hlm. 123)
a. Individual Differences Theory
Teori ini menyatakan bahwa khalayak yang secara selektif
memperhatikan suatu pesan komunikasi, khususnya apabila bersangkutan
dengan kepentingannya, akan sesuai dengan sikapnya, kepercayaannya, dan
nilai-nilainya. Tanggapan terhadap pesan komunikasi seperti itu akan diubah tataan psikologisnya.
b. Social Categories Theory.
Teori sosial katagoris ini konsisten dan bersumber kepada teori
sosiologi umum mengenai massa. Asumsi dasar dari teori tersebut bahwa
kendatipun masyarakat modern sifatnya heterogen, orang yang mempunyai
sejumlah sifat yang sama akan memiliki pola hidup tradisional yang sama.
Kesamaan orientasi dan perilaku ini akan mempunyai kaitan dengan gejala
yang diakibatkan media massa.
c. Social Relationship Theory.
Menurut teori ini, sebuah pesan komunikasi mula-mula disiarkan melalui media massa kepada sejumlah perorangan yang terang –lengkap (well-informed) dan dinamakan “pemuka pendapat” (opinion leaders). Pesan tersebut diteruskan penyampaiannya melalui saluran antar personal kepada orang-orang yang kurang keterpaan media massa.
d. Cultural Norms Theory.
Teori cultural norms pada hakikatnya merupakan anggapan yang
mendasar bahwa, melalui penyajian yang selektif dari penekanan pada tema
tertentu, media massa menciptakan kesan-kesan pada khalayak bahwa norma-
norma budaya yang sama mengenai topik-topik tertentu dibentuk dengan cara-
cara yang khusus. Ada tiga cara yang potensial mempengaruhi norma-norma
dan batas-batas per-orangan, yaitu :
a) Pesan komunikasi bisa memperkuat pola-pola yang sudah ada (reinforce existing patterns)dan mengarahkan orang-orang untuk percaya bahwa suatu bentuk sosial dipelihara oleh masyarakat.
b) Media massa bisa mengubah norma-norma yang sudah ada (change existing norms)dan karenanya mengubah orang dari bentuk tingkah laku yang satu menjadi tingkah laku yang lain.
c) Media massa bisa menciptakan keyakinan baru (creat new shared conviction) mengenai topik, dengan topic mana khalayak kurang berpengalaman sebelumnya.
2. Peranan (Role)
Peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, dalam melakukan suatu peranan. (soekanto,2009:212)
Peranan yang melekat pada individuharus dibedakan dengan posisi dalam pergaulan kemasyarakatan. Peranan mencakup tiga hal yaitu sebagai berikut:
a) Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat.
b) Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
c) Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi stuktur sosial masyarakat.
3. Teori Fungsionalisme Struktural
Teori ini menekankan pada keteraturan (order) dan mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan sosial yang ada di masyarakat. Menurut teori ini masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri dari bagian-bagian atau elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan. (Ritzer,2003:21)
Teori ini beranggapan bahwa perubahan yang terjadi pada bagian, akan membawa perubahan pula terhadap bagian lain. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap struktur dalam sistem sosial, fungsional terhadap yang lain.
VII. Tinjauan Pustaka
1) Keluarga
Istilah keluarga menurut pendapat dari Horton dan Hunt (1987), umumnya digunakan untuk menunjukkan beberapa pengertian sebagai berikut: (1) suatu kelompok yang memiliki nenek moyang yang sama; (2) suatu kelompok kekekrabatan yang disatukan oleh darah dan perkawinan; (3) pasangan perkawinan dengan atau tanpa anak; (4) pasangan nikah yang mempunyai anak; dan (5) satu orang entah duda atau janda dengan beberapa anak.
Menurut Departemen Kesehatan RI (1998) Keluarga adalah sebuah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
Menurut Salvicion dan Ara Celis (1989) ,keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidupnya dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan.
Secara rinci beberapa fungsi dari keluarga adalah:
• Fungsi pengaturan keturunan
Fungsi ini dimaksudkan bahwa keluarga merupakan suatu sarana untuk menyalurkan hasrat seksual seseorang kepada lawan jenis dalam lingkup yang telah dilindungi oleh suatu hukum yang bertujuan untuk memperoleh keturunan berupa seorang anak. Meskipun sebagian nasyarakat tidak membatasi kehidupan seks pada situasi perkawinan, tetapi semua masyarakat setuju bahwa keluarga akan menjamin suatu proses reproduksi. Karena fungsi reproduksi ini merupakan hakikat untuk kelangsungan hidup manusia dan sebagai dasar kehidupan sosial manusia dan bukan hanya sekadar kebutuhan biologis saja.
• Fungsi Sosialisasi atau Pendidikan
Fungsi ini adalah untuk mendidik anak mulai dari awal sampai pertumbuhan anak hingga terbentuk kepribadiannya. Dalam keluarga, anak-anak mendapatkan segi utama dari kepribadiannya, tingkah lakunya, budi pekertinya, sikapnya, dan reaksi emosionalnya. Jadi dengan kata lain, anak-anak harus belajar norma mengenai apa yang bersifat baik baginya dan norma-norma yang tidak layak dio dalam masyarakat.
• Fungsi Ekonomi atau Unit Produksi
Fungsi ini menjelaskan bahwa keluarga merupakan suatu sarana yang bertugas untuk memenuhi kebutuhan anggota di dalamnya, dimana ada salah satu orang atau lebih yang menjalankan pekerjaan demi mendapatkan imbalan berupa uang. Di sini yang dimaksud adalah seorang ayah atau bapak yang mempunyai tugas untuk memberi nafkah kepada istri dan anak-anak mereka. Di samping itu keluarga merupakan tempat seorang anak untuk bisa memenuhi kebutuhannya dan meminta sesuatu yang ia inginkan untuk dipenuhi oleh sang orang tua. Sesuatu di sini tidak hanya berupa barang tapi dapat juga berupa pendidikan, les privat, asah keterampilan dll.
• Fungsi Pelindung
Fungsi ini adalah bahwa keluarga berfungsi untuk melindungi seluruh anggota keluarga dari nberbagai bahya yang dapat mengancam kelangsungan hidup dan keberadaan suatu keluarga. Seluruh anggota keluarga hendaknya bekerjasama untuk saling melindungi satu sama lain yang pada akhirnya dapat menimbulkan rasa nyaman dan tentram di dalam diri masing-masing anggota keluarga tersebut.
• Fungsi Penentuan Status
Fungsi ini adalah bahwa keluarga akan mewariskan statusnya pada tiap-tiap anggota atau individu sehingga tiap anggota keluarga tersebut dapat mempunyai hak istimewa dan khusus hanya mereka yang memiliki. Hal ini biasanya didapat melalui proses perkawinan. Hak-hak istimewa yang dimaksud adalah misalnya seorang anak yang mendapat gelar kebangsawanan karena merupakan keturunan atau anak dari orang tua yang mempunyai status bangsawan pula.
• Fungsi Pemeliharaan
Fungsi ini adalah bahwa keluarga berkewajiban untuk memelihara anggota keluarga yang sedang sakit, menderita, sengsara, atau sudah berumur tua. Fungsi pemeliharaan ini pada kehidupan masyarakat sifatnya berbeda-beda, akan tetapi sebagian masyarakat membebani keluarga dengan pertanggungjawaban khusus terhadapa anggotanya. Namun fungsi ini dapat luntur apabila salah satu anggota keluarga tersebut sudah tidak dianggap lagi dan dikeluarkan dari lingkup suatu keluarga sehingga masing-masing anggota keluarga merasa sudah tidak ada lagi tanggung jawab untuk memelihara anggota keluarga tersebut.
• Fungsi Afeksi
Fungsi ini adalah bahwa keluarga berkewajiban untuk memberikan rasa kasih sayang kepada tiap-tiap anggota keluarga yang ada di dalamnya agar mereka dapat merasakan hidup sebagai mana mestinya. Kebutuhan dasar seorang manusia adalah kebutuhan akan kasih sayang atau rasa untuk dicintai. Apabila sampai hal ini tidak dipenuhi maka dapat dipastikan bahwa seorang manusia tersebut akan mersa hidup sendiri dan tentunya tidak akan kuat untuk menjalani kehidupan ini. Bahkan, dengan ketiadaan suatu rasa kasih saying atau afeksi akan menggerogoti kemampuan seorang bayi untuk dapat bertahan hidup di dunia.
2) Sosialisasi
Sosialisasi menurut Bloom dapat dilihat dari 2 titik pandang yaitu titik pandang masyarakat dan individu. Dilihat dari titik pandang masyarakat, sosialisasi adalah proses penyelarasan individu baru di masyarakat ke dalam pandangan hidup yang berorganisasi dan mengajarkan mereka tentang tradisi budaya masyarakatnya. Sosialisasi merupakan tindakan mengubah kondisi manusia dari human animal menjadi human being sehingga dapat berfungsi sebagai makhluk sosial dan anggota masyarakat yang sesuai dengan kebudayaan masyarakatnya. Sementara dilihat dari titik pandang individu, sosialisasi adalah proses mengembangkan diri yang diperlukan untuk menumbuhkan kesadaran diri dan membentuk jati diri.
Menurut Peter L. Berger, sosialisasi adalah proses pada seorang anak yang sedang belajar menjadi anggota masyarakat sehingga mereka akan berusaha untuk menyelaraskan diri dengan lingkungan mesyarakat. Secara umum, sosialisasi adalah suatu proses sosial yang terjadi apabila seseorang mencari jati diri mereka sehingga membentuk suatu sikap dan perilaku sesuai dengan perilaku yang ada dalam kelompoknya.
Dalam proses sosialisasi tersebut dapat digunakan metode-metode sebagai berikut:
a. Metode ganjaran dan hukuman (Reward and Punishment) yaitu dengan cara memberikan hukuman bagi tingkah laku anak yang salah, tidak baik, tercela, dan tidak diterima masyarakat, sedangkan tingkah laku yang sebaliknya akan mendapatkan ganjaran /hadiah. Hukuman tersebut dapat berupa hukuman fisik dan hukuman yang berupa sanksi (teguran/pengucilan/pengasingan). Ganjaran/hadiah yang diberikan dapat berupa material maupun non material (pujian, ucapan terima kasih, sanjungan, dan sebagainya). Dengan demikian, proses tersebut akan mengembangkan kesadaran diri pada anak tentang norma-norma sosial yang ada dalam masyarakat.
b. Metode Didactic Teaching yaitu dengan mengajarkan berbagai macam pengetahuan dan keterampilan melalui pemberian informasi maupun penjelasan. Biasanya metode ini digunakan dalam pendidikan formal.
c. Metode Pemberian contoh yaitu dengan pemberian contoh diharapkan terjadinya imitasi (peniruan) tingkah laku dan sifat-sifat orang dewasa oleh anak sehingga secara tidak sadar akan tertanam nilai, norma dan sikap dalam diri anak itu.
3) Kenakalan Remaja
Golongan yang disebut sebagai remaja adalah para gadis berusia 13 sampai 17 tahun dan laki-laki yang berusia 14 sampai 17 tahun yang sudah memiliki kematangan secara seksual sehingga menimbulkan suatu penyimpangan kasuistis .keremajaan tersebut merupakan gejala sosial yang bersifat sementara karena peralihan usia dari anak-anak menuju dewasa yang mengakibatkan mereka untuk mencari identitas dirinya.
a) Bentuk dan aspek kenakalan remaja
Menurut Kartono (2003) bentuk-bentuk perilaku kenakalan remaja dibagi menjadi 4 yaitu:
a. Kenakalan terisolir (delinquency terisolir)
Kelompok ini merupakan jumlah terbesar dari remaja nakal. Pada umumnya mereka tidak menderita kerusakan psikologis. Perbuatan nakal anak didorong oleh fakto-faktor berikut:
1. Keinginan meniru dan ingin conform dengan ganknya, jadi tidak ada motivasi, kecemasan atau konflik batin yang tidak dapat diselesaikan.
2. Kelompok ini kebanyakan berasal dari daerah kota yang tradisional sifatnya dan memeiliki subkultur kriminal. Sejak kecil remaja melihat adanya gank-gank kriminal, sampai kemudian dia ikut bergabung. Remaja merasa diterima, mendapat kedudukan hebat, pengakuan dan prestise tertentu.
3. Pada umunya remaja berasal dari keluarga berantakan (broken home) tidak harmonis, dan mengalami banyak frustasi. Sebagai jalan keluarnya, remaja memuaskan kebutuhan dasarnya ditengah lingkungan kriminal. Gank remaja nakal memberikan alternative hidup yang menyenangkan.
4. Remaja dibesarkan dalam keluarga tanpa atau sedikit sekali mendapatkan supervise dan latihan kedisiplinan yang teratur, sebagai akibatnya dia tidak sanggup menginternalisasikan norma hdup normal. Ringkasnya, deliquen terisolasi itu mereaksi terhadap tekanan dari lingkungan sosial, mereka mencari panutan dan rasa aman dari kelompok ganknya namun pada usia dewasa mayoritas remaja nakal ini meninggalkan perilaku kriminalnya, paling sedikit 60% dari mereka menghentikan perilakunya pada usia 21-23 tahun. Hal ini disebabkan oleh proses pendewasaan dirinya sehingga remaja menyadari adanya tanggung jawab sebagai orang dewasa yang mulai memasuki peran sosial yang baru.
b. Kenakalan Neurotik (Delincuency Neuretic)
Pada umumnya remaja tipe ini menderita gangguan kejiwaan yang cukup serius, antara lain berupa kecemasan, merasa selalu tidak amn, merasa bersalah dan berdosa dan lain sebagainya. Ciri-ciri perilakunya adalah:
1. Perilaku nakalnya bersumber dari sebab sebab sosiologis yang sangat dalam, dan bukan hanya adaptasi pasif menerima norma dan nilai subkultur gank yang kriminal itu saja.
2. Perilaku kriminal remaja merupakan ekspresi dari konflik batin yang belum terselesaikan, karena perilaku jahat remaja merupakan alat pelepas ketakutan, kecemasan dan kebinggunggan batinnya.
3. Biasanya remaja ini melakukan kejahatan seorang diri, dan mempraktekkan jenis kejahatan tertentu, misalnya suka memperkosa kemudian membunuh korbannya, kriminal dan sekaligus neurotik.
4. Remaja nakal ini banyak berasal dari kalangan menengah, namun pada umumnya keluarga mereka mengalami banyak ketegangan emosional yang parah, dan orang tuanya biasanya juga neurotic atau psikotik.
5. Remaja memiliki ego yang lemah, sehingga cenderung menutup diri dari lingkungannya.
6. Motif kejahatan berbeda-beda.
7. Perilakunya menunjukkan kualitas kompulsif (paksaan).
c. Kenakalan Psikotik (Delicuency Psikopatic)
Delinkuenci ini sedikit jumlahnya, akan tetapi dilihat dari kepentingan umum dan segi keamanan, mereka merupakan oknum kriminal yang paling berbahaya. Ciri tingkah laku kenakalan ini adalah:
1. Hampir seluruh remaja ini berasal dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang ekstrim, brutal, diliputi banyak pertikaian keluarga, berdisiplin keras, sehingga mereka tidak mampu mempunyai kapasitas untuk menumbuhkan afeksi dan tidak mampu menjalin hubungan emosional yang baik dengan orang lain.
2. Tidak mampu menyadari arti bersalah, berdosa, atau melakukan pelanggaran.
3. Bentuk kejahatannya majemuk, tergantung pada suasana hatinya yang kacau dan tidak dapat diduga.
4. Psikopat merupakan bentuk kekalutan mental dengan karakteristik sebagai berikut: (1) tidak memiliki pengorganisasian diri dan integrasi diri, (2) tidak pernah bertanggung jawab secara moral dan selalu berkonflik dengan norma sosial dan hukum, (3) egoistis, antisocial dan selalu menentang apa dan siapapun, (3) sikapnya kasar dan sadis terhadap siapapun tanpa sebab.
d. Kenakalan defek moral (Delinkuency Defek Moral)
Defek (defect, defectus) artinya rusak, tidak lengkap, salh, cidera, cacat, kurang. Delikuensi defek moral mempunyai ciri-ciri: selalu melakukan tindakan anti sosial, walaupun pada dirinya tidak terdapat penyimpangan, namun disfungsi pada intelegensinya. Remaja yang defek moralnya biasanya menjadi penjahat yang sulit diperbaiki. Kebanyakan dari mereka melakukan kejahatan karena didorong oleh naluri rendah, impuls, dan kebiasaan primitif.
b) Jenis-jenis kenakalan remaja
Ditinjau dari sudut pandang pelaku Juvenile Delinquency (kenakalan remaja), Ernert R. Hilgard dalam bukunya “Introduction to Psychology”mengelompokkan Delinkensi Remaja menjadi 2 golongan:
a. Social Delinquency yaitu kenakalan yang dilakukan sekelompok remaja, misalnya “gang”
b. Individual Delinquency yaitu kenakalan yang dilakukan oleh seorang remaja sendiri tanpa teman.
Ditinjau dari sudut pandang perbuatan delinkensi remaja, dari beberapa sumber yang dapat dirumuskan beberapa jenis perbuatan delinquent, yaitu:
a. Pengrusakan dengan kasar dan kejam (vandalism).
b. Sering membolos sekolah dan berkeliaran mengganggu keamanan masyarakat sekitarnya serta terkadang melakukan perbuatan kurang ajar terhadap guru dan orang tua.
c. Penggunaan obat-obat perangsang, narkotika, alat kontrasepsi dan minuman beralkohol.
d. Peredaran foto-foto, cerita, dan film cabul.
e. Ngebut dan melakukan perkelahian kelompok.
f. Mencuri, menganiaya, dan mengganggu gadis-gadis.
Mussen dkk (1994), mengungkapkan bahwa kenakalan remaja sebagai
perilaku yang melanggar hukum atau kejahatan yang dilakukan oleh anak
remaja yang berusia 16-18 tahun, jika perbuatan ini dilakukan oleh orang
dewasa maka akan mendapat sangsi hukum.1 Kenakalan-kenakalan yang
dilakukan oleh remaja di desa Balun usia 16–18 tahun sangat beragam mulai dari perbuatan amoral dan anti sosial. Beberapa tindak kenakalan remaja usia 16-18 dan bentuk-bentuk kenakalan tersebut antara lain : kabur dari rumah, menentang orang tua, perkelahian kelompok remaja antar desa, penyimpangan seksual, dan tidak mentaati peraturan yang ada di daerahnya, bahkan sampai pada perbuatan yang mengarah kepada perbuatan kriminal atau perbuatan yang melanggar hukum seperti; pembunuhan, pencurian, pemerkosaan, seks bebas, dan tindak kekerasan lainnya.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Dasar Penelitian
Dasar yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunaakan metode penelitian kualitatif. Menurut Bodygan dan Taylor metode penelitian kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. (Moleong,2004:3).
Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah berbentuk kata-kata lisan, yang mencakup laporan dan foto. Penelitian kualitatif ini tidakbertujuan menguji atau membuktikan suatu teori, tetapi teori yang ada dikembangkan dengan menggunakan data-data yang dikumpulkan. Penelitian berupa deskriptif ini diharapkan hasil penelitiannya mampu memberikan gambaran riil mengenai kondisi di lapangan tidak hanya berupa sajian data.
3.2 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang di ambil dalam penelitian ini adalah desa Balun, Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora. Hal ini dikarenakan di lokasi tersebut sering terjadi tindakan kenakalan remaja yang telah mengganggu masyarakat yang ada di sekitarnya.
3.3 Fokus Penelitian
Fokus penelitian yang diambil dalam penelitian ini adalah pelaksanaan komunikasi dan peranan dalam keluarga. Dimana difokuskan pada pelaksanaan komunikasi antara anak dengan orang tua ataupun sebaliknya serta penerapan fungsi keluarga yang ada dalam kehidupan masyarakat dimana kedua hal tersebut akan membentuk kepribadian anak di usia remaja. Dalam hal pelaksanaan komunikasi peneliti menekankan pada kelangsungan komunikasi di antara keluarga serta hal yang menghambat kelangsungan komunikasi tersebut. Sedangkan pada penerapan fungsi keluarga peneliti menekankan pada sejauh mana fungsi keluarga telah diterapkan dalam masyarakat di desa Balun dan keberhasilan pembentukan kepribadian anak pada masyarakat tersebut.
3.4 Sumber Data
Sumber data yang utama dalam penelitian kualitatif adalah kata dan tindakan yang selebihnya adalah kata tambahan seperti dokumen dan lain-lain. (Moleong,2004:112).
Data dalam penelitian ini diperoleh dari
1) Infoman
Informan adalah orang yang memberikan informasi guna memecahkan masalah yang diajukan. Dalam penelitian ini informan utamanya adalah para orang tua dari anak yang berusia remaja dan para remaja yang ada di lokasi penelitian. Sedang informan pendukungnya adalah masyarakat desa Balun, kecamatan Cepu, kabupaten Blora.
2) Dokumen
Dokumen adalah setiap bahan tertulis atau sumber data penelitian yang diperoleh dengan cara membaca buku-buku, majalah dan surat kabar yang digunakan untuk mengembangkan data yang telah didapatkan di lapangan.
3.5 Metode Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data untuk penelitian ini, peneliti menggunakan metode sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi adalah penelitian yang dilakukan dengan cara pengamatan langsung ke lokasi penelitian. Hal ini dilakukan untuk memperoleh keyakinan dan keabsahan data dan mencari kebenaran yang terjadi di lapangan. Di sini peneliti mengamati pola komunikasi dan penerapan peranan keluarga yang ada di desa Balun kecamatan Cepu kabupaten Blora.
b. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan ini dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan pihak yang diwawancarai yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2004:135). Maksud mengadakan wawancara adalah untuk merekonstruksi mengenai orang, kejadian, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian, dan lain-lain. Jenis wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara terbuka dan wawancara mendalam.
Wawancara terbuka akan dilakukan secara terbuka, akrab dan penuh suasana kekeluargaan. Dalam pelaksanaan ini peneliti akan menemui informan secara langsung sesuai dengan tempat dan waktu yang telah disepakati . sedangkan wawancara mendalam yaitu di dalam wawancara terdapat percakapan antara pewawancara dan yang diwawancarai yang akan dilaksanakan dalam suasana yang santai, kurang formal dan tidak disediakan jawaban oleh pewawancara. Wawancara dimaksudkan untuk memperoleh informasi yang bersifat mendalam terhadap masalah yang diajukan.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah pengumpulan data dari setiap bahan tertulis atau sumber data penelitian yang diperoleh dengan cara membaca buku-buku, majalah dan surat kabar yang digunakan untuk mengembangkan data yang telah didapatkan di lapangan. Dokumen ini dapat digunakan sebagai sumber data yang dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan data yang telah diperoleh.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian ( Suatu Pendekatan Praktek). Jakarta: Rineka Cipta.
Ihromi, T.O. 1999. Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Moleong, J. Lexy. 1994. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Narwoko, Dwi J. dan Suyanto, Bagong. 2006. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Rahayu, Iin Tri dan Tristiadi Ardi Ardani. 2004. Observasi Dan Wawancara. Malang: Bayumedia.
Soekanto, Soerjono. 2004. Sosiologi Keluarga, Tentang Ikhwal Keluarga, Remaja, dan Anak. Jakarta: Rineka Cipta.
Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajagrafindo.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1
Pedoman Wawancara
I. Judul : POLA KOMUNIKASI DAN PERANAN LEMBAGA KELUARGA TERHADAP KENAKALAN REMAJA (STUDI KASUS DI DESA BALUN KEC. CEPU-KAB.BLORA)
Permasalahan : Bagaimana Pengaruh Pola Komunikasi dan Peranan Keluarga Terhadap Kenakalan Remaja di desa Balun Kec. Cepu Kab. Blora
II. Identitas Subyek
Nama :
Tempat /tgl. Lahir :
Pekerjaan :
Umur :
Alamat :
III. Daftar Pertanyaan Pada orang tua anak yang berusia remaja
1. Apakah pekerjaan anda sehari-hari?
2. Berapa lama anda menikah?
3. Berapa jumlah anggota keluarga anda?
4. Dimana keluarga anda tinggal, di rumah sendiri atau rumah orang tua?
5. Berapa umur anak anda?
6. Pernahkah ada masalah yang terjadi dalam keluarga anda yang bersangkutan dengan anak-anak anda?
7. Biasanya bagaimana anda menghadapi anak-anak yang memasuki usia remaja?
8. Pernahkah terjadi miskomunikasi di antara anda dengan anggota keluarga yang lain?
9. Apa yang anda ketahui tentang fungsi keluarga?
10. Apakah anda sudah melaksanakan fungsi tersebut?
11. Bagaimana pendapat anda tentang tindak kenakalan yang dilakukan oleh anak remaja?
12. Menurut anda bagaimana cara mencegah atau mengatasi tindakan kenakalan remaja tersebut?
Lampiran 2
Pedoman Wawancara
I. Identitas Informan
Nama :
Tempat /tgl. Lahir :
Pekerjaan/Pendidikan :
Umur :
Alamat :
II. Daftar Pertanyaan
1. Apakah anda penduduk asli di sini?
2. Sudah berapa lama anda tinggal di sini?
3. Pernahkan anda menemui tindak kenakalan yang dilakukan oleh remaja di desa ini?
4. Bagaimana pendapat anda tentang pelaku tindakan tersebut?
5. Menurut anda hal apa yang bisa dilakukan untuk menghentikan hal tersebut?
Lampiran 3
Pedoman Wawancara
I. Identitas Informan
Nama :
Tempat /tgl. Lahir :
Pekerjaan/Pendidikan :
Umur :
Alamat :
II. Daftar Pertanyaan bagi anak usia remaja di lokasi tersebut
1. Berapa usia anda saat ini?
2. Bagaimana hubungan anda dengan orang tua anda?
3. Pernahkah terjadi masalah di antara anda dan orang tua anda?
4. Pernahkah anda melakukan tindakan yang termasuk dalam kenakalan remaja?
5. Menurut anda benarkah tindakan yang anda lakukan itu?
6. Mengapa anda melakukan hal tersebut?
Lampiran 4
Pedoman Observasi
Gambaran Umum wilayah
Nama :
Kec./Kab. :
Luas Wilayah :
Jumlah Penduduk :
Jenis Pekerjaan :
Ratio Jenis Kelamin :
Masalah Terkait Penelitian
1. Interaksi antar penduduk
2. Kegiatan sehari-hari penduduk
3. Pola pengasuhan anak
4. Hubungan komunikasi di antara keluarga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar